Rabu, 03 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Dinkes Aceh Identifikasi 10 Penyakit Mengancam Pengungsi Banjir

Dinkes Aceh Identifikasi 10 Penyakit Mengancam Pengungsi Banjir

Selasa, 02 Desember 2025 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Aceh, dr. Iman Murahman. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dinas Kesehatan Aceh memperingatkan potensi meningkatnya kasus penyakit menular di lokasi-lokasi pengungsian banjir yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Aceh.

Sedikitnya sepuluh jenis penyakit telah diidentifikasi sebagai ancaman utama bagi para pengungsi, terutama balita, yang kondisi fisiknya lebih rentan terhadap infeksi.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Aceh, dr. Iman Murahman, kepada awak media dialeksis.com, pada Senin (1/12/2025).

Menurutnya, kondisi pengungsian yang serba terbatas, ditambah minimnya sanitasi dan akses air bersih, menciptakan lingkungan ideal bagi penyebaran penyakit.

Dinkes Aceh mencatat sedikitnya terdapat sepuluh penyakit yang berpotensi menyerang para pengungsi, yakni, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Influenza Like Illness (ILI), Diare, Suspek campak, Suspek Demam Berdarah Dengue (DBD), Suspek tipus, Pertusis, Tetanus, Suspek denggi dan Penyakit kulit.

“Yang kami data paling banyak adalah usia di bawah lima tahun. Dominannya diare, ISPA, campak, dan penyakit kulit,” ujar Iman Murahman.

Balita, lanjutnya, menjadi kelompok yang paling membutuhkan perhatian karena sistem imun mereka belum berkembang sempurna. Kondisi tenda pengungsian yang lembap, padat, dan kurang higienis memperbesar risiko penyebaran penyakit.

Untuk menekan penyebaran penyakit di kalangan anak-anak, Dinkes Aceh telah memulai program imunisasi darurat di sejumlah posko pengungsian utama. Vaksin yang diberikan meliputi campak, polio, dan rotavirus, dengan prioritas untuk balita.

“Paling tidak untuk campak dan diarenya, kita sudah melakukan pencegahan melalui imunisasi di posko-posko besar. Dan itu diprioritaskan bagi anak-anak di bawah lima tahun,” jelas Iman.

Dinkes menilai upaya ini penting mengingat campak dan diare adalah dua penyakit yang paling cepat menjalar di lingkungan padat dan lembap.

Iman Murahman menegaskan bahwa akses air bersih yang terbatas menjadi persoalan paling mendesak di lapangan. Banyak posko pengungsian tidak memiliki sarana sanitasi yang memadai, mulai dari toilet hingga sarana cuci tangan.

“Akses air bersih ini harus kita perbaiki. Kalau kebersihannya tidak terjaga, pasti akan menyebabkan diare atau infeksi saluran pernapasan,” tegasnya.

Ia berharap suplai air bersih dari instansi terkait dapat segera ditingkatkan agar risiko penyebaran penyakit dapat ditekan.

Meski berbagai upaya telah dijalankan, pelayanan medis di lapangan masih menghadapi banyak hambatan. Keterbatasan tenaga kesehatan membuat pemeriksaan langsung ke seluruh titik pengungsian belum optimal.

“Masih banyak posko yang belum terjangkau tenaga medis setiap hari. Kami berusaha semaksimal mungkin, tetapi jumlah tenaga terbatas dan akses ke beberapa titik juga masih sulit,” kata Iman.

Selain itu, pendataan kesehatan pengungsi masih berlangsung. Hingga saat ini baru dua daerah, yakni Pidie Jaya dan Aceh Barat, yang berhasil mengirimkan laporan kesehatan secara lengkap.

“Kami baru mulai pendataan komprehensif hari ini. Baru dua kabupaten/kota yang melaporkan. Daerah lain masih kesulitan mengirim data karena akses masih terhambat,” katanya.

Meski situasi masih penuh tantangan, Dinkes Aceh berkomitmen untuk terus memperkuat pelayanan kesehatan bagi seluruh pengungsi. Koordinasi dengan kabupaten/kota dilakukan setiap hari untuk memastikan kebutuhan tenaga medis, obat-obatan, dan peralatan dapat segera dipenuhi. Iman menegaskan bahwa pencegahan adalah langkah paling penting dalam situasi darurat kesehatan seperti ini.

“Kami fokus mencegah agar jangan sampai terjadi ledakan kasus campak, diare, dan ISPA. Ini yang paling rawan. Semakin cepat ditangani, semakin kecil risiko wabah di pengungsian,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI