Selasa, 02 Desember 2025
Beranda / Berita / Nasional / Daerah Kewalahan Tangani Pascabencana, Aceh Dorong Status Bencana Nasional

Daerah Kewalahan Tangani Pascabencana, Aceh Dorong Status Bencana Nasional

Selasa, 02 Desember 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Ilustrasi bencana nasional. [Foto: goodstats.id]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Satu per satu pemerintah kabupaten/kota di Aceh menyatakan ketidakmampuan menangani dampak banjir dan longsor yang melanda sejak akhir November lalu. Infrastruktur porak-poranda, akses utama terputus, dan keterbatasan logistik membuat daerah terdampak kewalahan

Gelombang pernyataan resmi dari para kepala daerah kini memicu kembali desakan agar pemerintah pusat menetapkan status bencana nasional.

Langkah awal datang dari Kabupaten Gayo Lues. Bupati setempat mengirimkan surat resmi yang menyebut pemerintah daerah sudah tidak mampu menangani situasi darurat. Pernyataan serupa menyusul dari Aceh Tengah, Aceh Selatan, Pidie Jaya, Aceh Timur, dan beberapa wilayah pegunungan lain. Di Subulussalam, Wali Kota mengeluarkan surat edaran yang pada dasarnya menyampaikan hal senada: kemampuan fiskal dan operasional daerah tidak lagi mencukupi.

Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, menjelaskan bahwa langkah para kepala daerah itu merupakan bagian dari mekanisme administratif untuk menaikkan status penanganan bencana

“Pernyataan ketidakmampuan itu memang syarat peningkatan status menjadi bencana provinsi. Dan Gubernur Aceh telah menetapkan bencana banjir dan longsor sebagai Bencana Aceh,” kata MTA di Banda Aceh.

Namun situasinya berkembang lebih kompleks. Kerusakan di lapangan meluas, akses darat ke sejumlah kabupaten masih tertutup, dan distribusi bantuan tersendat. Foto-foto kondisi lapangan badan jalan yang amblas, jembatan terputus, dan desa-desa terisolasi memperlihatkan skala kerusakan yang jauh melampaui kemampuan fiskal kabupaten/kota.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ikut angkat bicara. Ia menilai klaim ketidakmampuan dari daerah sangat beralasan. “Contohnya di Takengon. Mereka menyampaikan tidak mampu melayani karena aksesnya tertutup. Memang tidak akan mampu,” ujar Tito di Jakarta, Senin (1/12/2025).

Menurut Tito, kebutuhan mendesak saat ini adalah suplai pangan untuk wilayah yang terisolasi. Distribusi hanya bisa dilakukan lewat udara.

“Mereka perlu dukungan pangan, dan itu harus diambil dari luar menggunakan pesawat. Kabupaten tidak punya kemampuan itu. Karena itu butuh bantuan provinsi dan pusat,” katanya. Pemerintah pusat disebut tengah mengatur pengiriman logistik udara dari Jakarta dan Medan.

Di tengah situasi yang memburuk, dukungan agar pemerintah pusat menetapkan status bencana nasional semakin menguat. Firdaus Mirza Nusuary, akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala, menilai penetapan status nasional bukan semata urusan simbol atau politik.

“Status bencana nasional itu membuka akses cepat terhadap anggaran, peralatan berat, dan koordinasi lintas kementerian. Tanpa itu, rehabilitasi dan rekonstruksi bisa berjalan lamban dan merugikan masyarakat yang sudah terlalu lama menunggu,” kata Firdaus saat menyampaikan responnya kepada Dialeksis, Selasa (2/12/2025).

Sejumlah tokoh sipil dan kelompok kemanusiaan juga mulai bersuara. Mereka menilai respons pusat belum sebanding dengan skala kerusakan. Kabupaten-kabupaten terdampak memerlukan percepatan pemulihan akses jalan, jembatan, jaringan irigasi, hingga penataan ulang pemukiman yang rusak.

Hingga kini, pemerintah pusat masih memusatkan perhatian pada distribusi bantuan dan evakuasi. Namun, di banyak lokasi, masyarakat mulai menunggu jawaban yang lebih struktural: siapa yang akan mengambil alih pekerjaan besar pascarehabilitasi?

Di balik surat-surat resmi bernada “tidak mampu” itu, ada pesan lebih dalam dari daerah yakni bencana yang melanda Aceh tidak lagi bisa ditangani dengan logika kewenangan administratif. Skala kerusakannya menuntut intervensi negara dalam kapasitas penuh.

“Waktu berjalan, dan desa-desa yang terputus itu menunggu keputusan yang lebih tegas. Pemerintah pusat berada di titik penentu menetapkan status bencana nasional dan mengerahkan sumber daya besar, atau membiarkan daerah bertahan dengan kemampuan yang mereka akui sudah habis,” tutup sang mantan aktivis ini. [ra]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI