Rabu, 10 Desember 2025
Beranda / Pemerintahan / Situasi Belum Pulih, Pemerintah Aceh Usulkan Perpanjangan Masa Tanggap Darurat Hingga 25 Desember

Situasi Belum Pulih, Pemerintah Aceh Usulkan Perpanjangan Masa Tanggap Darurat Hingga 25 Desember

Selasa, 09 Desember 2025 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh sekaligus Ketua Posko Tanggap Darurat Bencana Aceh, Nasir Syammaun, kepada awak media di Banda Aceh, Selasa, 9 Desember 2025. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh mengatakan bahwa penanganan bencana hidrometeorologi yang melanda 18 kabupaten/kota di Aceh masih berada pada fase kritis dan banyak wilayah yang belum pulih sehingga Pemerintah Aceh memutuskan memperpanjang status tanggap darurat.

“Pada rapat dua hari lalu, kami melihat kondisi masih cukup parah. Titik bencana sangat luas, meliputi 18 kabupaten/kota. Kami sepakat bersama Pak Gubernur, Mualem memperpanjang masa tanggap darurat selama 14 hari,” ungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh sekaligus Ketua Posko Tanggap Darurat Bencana Aceh, Nasir Syammaun, kepada awak media di Banda Aceh, Selasa, 9 Desember 2025.

Namun, keputusan final tetap memerlukan konsultasi dengan pemerintah pusat agar tidak terjadi kekeliruan dalam penerapan status.

Jika disetujui, masa tanggap darurat akan berlangsung hingga 25 Desember 2025. Setelah itu, baru akan digeser ke tahap berikutnya, yaitu transisi darurat ke pemulihan, termasuk perbaikan infrastruktur dan pemulihan layanan publik.

Sebelumnya, dalam rapat paripurna pengesahan Rancangan Qanun APBA 2026 di gedung DPRA, Kamis (27/11/2025), Mualem secara resmi menetapkan Status Darurat Bencana Hidrometeorologi selama 14 hari, berlaku mulai 28 November hingga 11 Desember 2025.

Penetapan status darurat dilakukan setelah banjir dan longsor terus memburuk dan meluas, menyebabkan ribuan warga mengungsi, puluhan desa terisolasi, serta kerusakan infrastruktur vital yang menghambat mobilisasi bantuan.

Menurut Nasir, prioritas utama pemerintah saat ini adalah mengevakuasi warga yang masih terjebak di titik-titik terdampak berat. 

“Yang paling prioritas yang sedang kita lakukan adalah evakuasi dan penyelamatan terhadap masyarakat kita yang berada di tempat yang terisolir,” ujar Nasir.

Nasir menjelaskan sedikitnya empat wilayah di Aceh bagian tengah masih sulit diakses, masing-masing Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. 

Seluruh kawasan itu mengalami kerusakan berat pada infrastruktur, terutama jembatan yang putus serta akses jalan tertutup material longsor.

“Kondisi geografisnya dalam, jembatan putus, ada juga yang tertutup longsor. Meski begitu, kita terus melakukan upaya untuk menembus wilayah tersebut,” katanya.

Meski logistik dasar seperti beras, makanan siap saji, obat-obatan, dan kebutuhan bayi telah berhasil didistribusikan melalui darat maupun udara, Nasir mengaku masih ada kendala di lapangan. 

Di beberapa titik, bantuan yang tersedia tidak dapat segera dimanfaatkan oleh warga karena minimnya alat masak maupun perlengkapan penunjang.

“Logistik itu sudah ada, tapi butuh alat-alat untuk menjadikannya makanan. Ini sudah kami identifikasi dan menjadi catatan penting kami,” ujarnya.

Untuk mengatasi hambatan itu, pemerintah menyesuaikan pola pendistribusian logistik berikutnya, termasuk menambah peralatan masak darurat dan paket makanan siap santap.

Di wilayah Aceh Utara dan Aceh Tamiang, proses evakuasi masih terus dilakukan. Nasir menambahkan bahwa secara teknis beberapa titik sebenarnya sudah terbuka aksesnya, namun sebagian masyarakat memilih bertahan di lokasi masing-masing.

“Kalau pun akses sudah terbuka, mereka ada yang tidak mau bergeser. Maka kita support dengan tenda yang lebih representatif serta logistik yang mencukupi,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI