DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bendahara Umum Duta Damai BNPT Regional Aceh, Fazliana menilai penganugerahan adat dari Wali Nanggroe Aceh untuk Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Muhammad Tito Karnavian memiliki makna simbolik yang kuat: mempererat hubungan antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat.
Terlebih, hubungan kedua pihak sempat diwarnai isu sensitif di awal tahun, terutama terkait dinamika politik dan pemerintahan di Aceh. Ini merupakan langkah ini harus dilihat dari sisi positif sebagai bentuk kedewasaan masyarakat dan pemerintah Aceh dalam menjaga hubungan baik dengan Jakarta.
“Kalau misalkan ditanya pandangan saya, saya melihatnya dari sisi positif. Tito Karnavian itu sosok berpengaruh di Indonesia, dengan jejak karier yang luar biasa dari kepolisian hingga menjadi Menteri Dalam Negeri. Jadi, pemberian gelar adat oleh Wali Nanggroe menurut saya adalah cara untuk mengeratkan hubungan antara Kemendagri dan Aceh,” ujar Fazliana saat dimintai tanggapan oleh media dialeksis.com, Rabu, 12 November 2025.
Ia mengakui bahwa masyarakat Aceh memiliki karakter yang kuat dalam menjaga marwah, tetapi juga terbuka dalam memaafkan. Menurutnya, penghargaan adat kepada Tito adalah bukti bahwa Aceh tidak terjebak dalam masa lalu, melainkan terus berusaha membangun kebersamaan demi kepentingan bangsa.
“Kita tahu sebelumnya sempat ada isu yang tidak enak pada awal tahun, tapi begitulah orang Aceh. Meski sempat ada persoalan, Aceh tidak ingin memperlihatkan bahwa hubungan sudah retak. Justru Aceh menunjukkan kedewasaan, kita tetap mau berkawan, tetap merangkul,” lanjutnya.
Fazliana menilai pemberian anugerah adat kepada Tito bukan semata penghormatan personal, melainkan juga bentuk komunikasi budaya yang menegaskan komitmen Aceh terhadap perdamaian nasional.
“Artinya kita menunjukkan bahwa Aceh masih bisa sama-sama merangkul, walaupun ada perbedaan atau masalah sebelumnya. Kita bisa duduk bersama membangun Indonesia yang bebas dari kontroversi dan ujaran kebencian,” ujarnya lagi.
Menurutnya, langkah ini juga sejalan dengan semangat Duta Damai BNPT, yang terus menggaungkan narasi perdamaian, toleransi, dan harmoni di ruang publik.
Fazliana mengatakan bahwa masyarakat Aceh harus memandang peristiwa ini sebagai momentum untuk memperkuat semangat kebersamaan dan komunikasi lintas lembaga.
“Terserah orang lain menilai seperti apa, tapi tugas kita sebagai anak bangsa adalah mengaumkan perdamaian. Jadi bagi saya, langkah pemerintah Aceh memberikan penghargaan adat kepada Tito Karnavian ini justru memperlihatkan kematangan Aceh dalam berdamai, bukan hanya dengan orang lain, tapi juga dengan sejarahnya sendiri,” tutup Fazliana.