Selasa, 09 Desember 2025
Beranda / Tajuk / Jangan Bohongi Presiden soal Aceh

Jangan Bohongi Presiden soal Aceh

Selasa, 09 Desember 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

DIALEKSIS.COM | Tajuk - Keputusan Presiden yang jauh dari harapan masyarakat sering kali bukan semata soal niat, melainkan soal informasi yang diterima. 

Ketika lingkaran terdekat justru menyaring data dengan prinsip asal bapak senang, maka yang lahir adalah kebijakan yang tidak sesuai dengan realitas di lapangan.

Kasus Aceh menjadi bukti nyata. Bupati Aceh Barat mengaku diminta menandatangani surat “menyerah” oleh BNPB sebagai syarat turunnya bantuan logistik. 

Surat itu bukan cerminan fakta lapangan, melainkan rekayasa administratif yang menjatuhkan wibawa daerah. Ironisnya, kepala daerah yang sigap justru dicap “cengeng”, sementara pusat yang gagap lolos dari stigma.

Di sisi lain, Presiden diberi laporan bahwa kelistrikan Aceh sudah 97 persen pulih, Banda Aceh 100 persen. Faktanya, lebih dari separuh wilayah masih gelap, terutama di Tamiang dan Aceh Tengah. 

BNPB bahkan menjanjikan listrik hidup penuh tanggal 8 Desember pukul 12.00, tetapi hingga sore hari Aceh tetap gelap. Begitu pula BASARNAS yang mengklaim tidak ada daerah terisolir, padahal Takengon masih terputus hingga hari ke-7.

Pertanyaannya: informasi seperti apa yang sebenarnya sampai ke meja Presiden? Apakah benar kondisi Aceh dan Sumatera disampaikan apa adanya, atau justru disaring agar terdengar lebih menyenangkan? 

Jangan-jangan tidak ditetapkannya status bencana nasional- yang otomatis membuka akses bantuan asing, bukan karena kebutuhan Aceh dan Sumatera, melainkan karena Presiden dibatasi oleh informasi yang sudah dimaniskan.

Aryos Nivada, pemerhati politik dan keamanan mengingatkan Presiden Prabowo harus menegaskan tiga hal. 

Pertama, membangun saluran informasi independen yang ia percaya, langsung dari masyarakat dan sumber lapangan.

Kedua, menuntut transparansi dan akuntabilitas dari setiap instansi penyedia data.

Dan, ketiga, mengintruksikan KSP agar tidak menutup atau menyaring informasi, karena bencana bukan isu politik, melainkan soal hati nurani.

“Tanpa itu, keputusan Presiden akan terus jauh dari harapan rakyat, karena ia dikelilingi oleh para penipu yang hanya berpegang pada prinsip asal bapak senang,” ujar Aryos dengan nada keras. 

Kini, pertanyaan warga Aceh khususnya terus mengelinding dan sulit dihentikan, persis seperti air hujan dengan kekuatan 300 mm/hari. 

Kenapa Presiden Prabowo malah direkomendasikan ke Aceh Tenggara, dan mengapa Presiden sampai kembali lagi menjenguk Bireuen? 

Apakah ini murni berdasarkan kebutuhan rakyat atau bagian dari mengepung Presiden agar jangan sampai terbongkar kejahatan dibalik bencana? Pertanyaan ini akan sirna jika Presiden diberi akses penuh terkait keadaan kebencanaan Aceh yang jujur dan apa adanya, tanpa rekayasa, bukan asal bapak senang. []

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI