Beranda / Berita / Aceh / 4 Tahun Kepemimpinan Aminullah Usman, Nyata Berbuat di Kota Banda Aceh

4 Tahun Kepemimpinan Aminullah Usman, Nyata Berbuat di Kota Banda Aceh

Kamis, 29 Juli 2021 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepemimpinan Aminullah Usman dan Zainal Arifin, sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banda Aceh, sudah memasuki usia empat tahun dan tentunya perlu dilakukan evaluasi tata kelola pembangunan di kota tersebut.

Direktur Eksekutif Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Ratnalia Indriasari mengatakan, evaluasi tata kelola pemerintahan merupakan hal yang mendesak, menjelang berakhirnya suatu periode pemerintahan, sehingga target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dapat dipertangungjawabkan kepada para stakeholders.

“Evaluasi memang sebaiknya dilakukan oleh lembaga independen supaya objektifitas dan hasilnya memiliki kepercayaan yang baik di mata berbagai pihak,” ujar Ratnalia kepada dialeksis.com, Rabu (29/7/2021).

Ratnalia menambahkan, Jaringan Survei Inisiatif (JSI), sebagai sebuah lembaga riset, pelatihan, dan analisis, berinisiatif untuk mendukung pengembangan nilai-nilai demokrasi dan pemerintahan yang baik dalam segala sektor kepentingan publik.

JSIturut berkontribusi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan melakukan kajian evaluasi kinerja Pemerintahan Kota Banda Aceh, selama empat tahun (7 Juli 2017 - 7 Juli 2021) di bawah kepemimpinan Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, S.E, Ak, MM dan Wakil Walikota Banda Aceh Drs. H. Zainal Arifin.

Evaluasi yang dilakukan JSI berbasis data sekunder. Informasi dan data dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti berita media, hasil penelitian, referensi dan juga opini masyarakat. Informasi dan data kualitatif selanjutnya dikuantitatifkan, sehingga dapat menjadi tolak ukur kemajuan dan capaian pembangunan sebagai wujud kinerja Pemko Banda Aceh.

Hasil evaluasi disajikan secara diskriptif agar semua pihak mendapat gambaran secara utuh Tata Kelola pemerintahan di bawah Aminullah Usman-Zainal Arifin. Analisis kinerja kebijakan dilakukan berdasarkan kriteria evaluasi kebijakan.

“Kriteria ini dinilai tepat untuk evaluasi yang bersifat retrospektif (ex-post) dan menganalisis kebijakan yang berorientasi prospektif, serta menilai rekomendasi kebijakan (ex-ante). Evaluasi difokuskan pada tiga variabel, yakni variabel program, kebijakan dan variabel prestasi,” tutur Ratnalia.

Tambahnya, pogram, kebijakan, dan prestasi pemerintahan Aminullah - Zainal selama 4 tahun dicermati dan dievaluasi berdasarkan tiga pilar pembangunan Kota Banda Aceh, yaitu dalam program agama, program ekonomi dan program pendidikan.

Selain itu, evaluasi juga dilakukan terhadap kebijakan pelayanan publik serta analisa terhadap capaian prestasi yang telah diperoleh selama empat tahun kepemimpinan. Sebagai gambaran umum, Kota Banda Aceh merupakan pusat ibukota provinsi yang terletak di ujung pulau Sumatera.

“Kota ini yang pada tahun 2020 memasuki usia 810 tahun, memiliki sejumlah kemajuan yang patut dicermati pada setiap lini pelayanan publik masyarakat Kota Banda Aceh,” kata Ratnalia

Dari hasil pendalaman terhadap 3 aspek evaluasi kebijakan yang dikemukakan (political evaluation, organzational evaluation, dan substantive evaluation), maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut di bawah ini:

Aspek Politik: Program dan kebijakan Aminullah Usman dalam bidang agama, pendidikan ekonomi dan bidang pendidikan secara data telah menunjukkan perubahan selama 4 tahun kepemimpinan.

Dalam bidang Agama, terjadi penurunan angka pelanggaran Syariat Islam di Kota Banda Aceh. Dalam bidang ekonomi menunjukan perubahan yang dapat terlihat dengan perputaran ekonomi dan realisasi investasi yang meningkat, meski sempat mengalami kontraksi selama masa pandemi.

Dalam bidang Pendidikan, Indeks Pembangunan Manusia terbaik nomor dua se-Indonesia menjadi capaian kualitas sumber daya pendidikan di Banda Aceh yang semakin lebih baik. Testimoni masyarakat Kota Banda Aceh secara umum menunjukkan puas dengan kinerja kepemimpinan Amin-Zainal dalam menata Kota Banda Aceh.

Secara umum capaian Amin-Zainal dalam aspek politik yang menunjukan progres adalah keberhasilan menciptakan situasi politik lokal kondusif di Kota Banda Aceh. Dimana dalam pelaksanaan pembangunan Kota, terbangun sinergitas antara pemerintah Kota Banda Aceh dengan DPRK, Universitas, Forkopimda dan berbagai elemen masyarakat. Selama empat tahun kepemimpinan, iklim sosial politik Banda Aceh relatif stabil dan tidak terjadi benturan/ gesekan antar elemen masyarakat.

Aspek Organisasi: capaian kinerja setiap instansi (SKPK) di Kota Banda Aceh bergerak selaras demi mewujudkan visi misi kota gemilang. Pencapaian sejumlah prestasi SKPK Kota Banda Aceh menjadi indikasi bahwa program dan kebijakan Amin-Zainal mendapat dukungan kuat dari aparatur birokrasi di organisasi Pemko Banda Aceh.

Aspek Substantif: perbedaan signifikan periode kepemimpinan Aminullah-Zainal dengan periode sebelumnya adalah pada bidang ekonomi, pelayanan publik serta reformasi birokrasi. Pada periode Amin-Zainal, hadirnya lembaga keuangan LKMS Mahirah turut berkontribusi mengurangi praktik rentenir dan riba dalam struktur perekonomian Kota Banda Aceh.

Dalam Hal pelayanan publlik, penataan infrastruktur dan penataan Kota Banda Aceh selama periode kepemimpinan Aminullah-Zainal mengalami kemajuan. Persoalan klasik yaitu distribusi air bersih di Kota Banda Aceh hampir tuntas dengan peremajaan dan pembangunan instalasi distribusi air bersih di Kota Banda Aceh yang hampir merata.

Saat ini cakupan pelayanan PDAM Tirta Daroy sudah mencapai 98 persen lebih dengan jumlah pelanggan sekitar 52 ribu sambungan. Dalam hal reformasi birokrasi, sejumlah capaian terlhat dalam hal peningkatan investasi dan perbaikan mutu pelayanan publik melalui Mall pelayanan publik.

JSI menilai dari keseluruhan program dan implementasi kebijakan selama empat tahun kepemimpinan, masih dibutuhkan upaya terobosan lebih maksimal guna memaksimalkan program program unggulan agar dapat dirasakan secara signifikan bagi masyarakat. Beberapa catatan JSI terhadap pembangunan Kota Banda Aceh:

1) Belum tuntasnya Persoalan Gelandangan dan Pengemis di Kota Banda Aceh

Berdasarkan analisa data dan informasi, diperoleh fakta Kota Banda Aceh masih belum lepas sepenuhnya dari problem gelandangan dan pengemis (Gepeng). Masih ditemukan para pengemis dan gelandangan kerap mengganggu kenyamanan dan keindahan Ibu Kota Provinsi Aceh di sejumlah ruas jalan protokol di Kota Banda Aceh.

Problem gepeng di Kota Banda Aceh pada dasarnya memang merupakan persoalan klasik Banda Aceh yang merupakan pusat ekonomi Aceh. Persoalan gepeng tersebut perlu diselesaikan secara holistik dan melibatkan peran serta stakeholder. Perlu juga dilakukan koordinasi dan kerjasama dengan kabupaten/Kota lain di Aceh terhadap persoalan menjamurnya gepeng di Banda Aceh.

2) Perlunya optimalisasi Pengelolaan Kebersihan Di Kota Banda Aceh

Berdasarkan analisa data dan informasi, diperoleh fakta pengelolaan kebersihan belum optimal di Banda Aceh. Kerap ditemui laporan warga, sampah menumpuk apabila hari besar dan libur tiba di Banda Aceh.

Indikasi terlihat dari Banda Aceh yang tidak memperoleh penghargaan Piala Adipura yang merupakan indikator penilaian suatu daerah dalam mengelola kebersihan dan lingkungan hidup dalam dua tahun terakhir (2020 -2021). Sebagai catatan, dalam satu dekade terakhir -kecuali tahun 2015- Banda Aceh pernah sembilan kali meraih Piala Adipura.

Meski demikian dalam hal relokasi TPA dan melahirkan ruang terbuka hijau, Kota Banda Aceh mendapat apresiasi oleh beragam pihak. Selain Menyulap sampah di TPA Gampong Jawa menjadi gas metan, Pemko Banda Aceh telah berhasil menutup Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar yang tersebar di wilayah kota.

Jumlah TPS liar di ‘Kota Gemilang’ menurun drastis dari tahun ke tahun. Kemudian tahun 2018 berhasil dikurangi 28 titik, tahun 2019 ada 64 titik dan pada tahun 2020 sebanyak 19 titik. Sehingga total keseluruhan TPS liar yang sudah ditutup adalah sebanyak 111 titik. Dari sektor pengelolaan sampah.

Dari sekitar 225 ton sampah yang dihasilkan setiap hari, mampu dikelola hingga 96,87 persen. Banda Aceh ditetapkan sebagai kota terbaik pengelolaan sampah se-Indonesia berdasarkan riset yang dilakukan Lokadata pada tahun 2020.

Dalam hal penataan kota, terjadi penambahan pembangunan taman median jalan. Selain di jalan-jalan protokol yang telah dibangun sebelumnya, saat ini penambahan pembangunannya dilakukan di 14 titik lokasi, diantaranya Jl Mohd Hasan, Jl Tgk Imum Lueng Bata, Jl Cut Nyak Dhien dan jalan lainnya.

Tidak salah kemudian seluruh jalan di Banda Aceh saat ini terlihat dipenuhi dengan rimbunnya aneka jenis bunga.Penerangan Jalan Umum (PJU) mengalami kenaikan. Peningkatannya mencapai 82,35 persen. Tidak mengherankan jika di ibukota Provinsi Aceh ini fasilitas publik seperti taman dan semua ruas jalan terlihat terang benderang di malam hari

3) Perlu dioptimalkan Pengelolaan Pasar Al-Mahirah

Berdasarkan analisa data dan informasi, diperoleh fakta Pasar Al-Mahirah yang sejak awal ditargetkan menjadi ikon ekonomi masih banyak ditemukan fasilitas pendukung dan infrastruktur yang perlu dibenahi di pasar Al Mahirah.

4) Minimnya Investasi dan Realisasi Penanaman Modal Asing/Investor luar di kota Banda Aceh

Upaya Amin-Zainal dalam menggalang investor untuk mengucurkan modalnya di Serambi Mekkah belumlah optimal. Hal ini dapat terlihat dari data realisasi investasi di Banda Aceh dari bulan Januari s/d Oktober tahun 2020 khususnya dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp115.689.960.782, sementara realisasi investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA) hanya berkisar USD263.256. Dari data tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa realisasi investasi di Banda Aceh lebih dominan PMDN dibandingkan realisasi PMA.

6) Perlunya optimalisasi Pemberdayaan UMKM

Berdasarkan penelusuran JSI, pelaku UMKM di Aceh dominan masih melayani pasar domestik dan belum mampu secara maksimal menembus pasar ekspor. Dari belasan ribu UMKM di Banda Aceh, dominan bergerak dibidang kuliner atau makanan dan minuman. Perlu didorong agar UMKM di Banda Aceh mampu menciptakan produk-produk berorientasi ekspor. Juga perlu memperluas segmentasi UMKM ke arah industri pengolahan maupun manufaktur.

Berdasarkan hasil evaluasi JSI, ditemukan beberapa kebijakan dan program pembangunan Kota Banda Aceh yang masih perlu dioptimalkan. Akan tetapi, secara umum kinerja Pemerintah Kota Banda Aceh selama empat tahun kepemimpinan Aminullah Usman dan Zainal Arifin dinilai memuaskan oleh masyarakat Kota Banda Aceh.

Terutama dalam hal aspek pemberdayaan ekonomi syariah, bidang pendidikan, pelayanan publik dan penataan kota. Aspek ini merupakan andalan pembangunan Kota Banda Aceh yang saat ini terlihat lebih mengemuka dan terus mengalami kemajuan yang signifikan.

“Disisi lain juga telah terjadi perbaikan penataan kota Banda Aceh sehingga tampak lebih gemilang dalam empat tahun terakhir. Artinya dapat ditegaskan bahwa kepemimpinan Aminullah Usman dan Zainal Arifin sangat memberikan optimisme dari waktu ke waktu dalam mewujudkan Banda Aceh yang diidam-idamkan sebagai wajah ibukota Provinsi Aceh,” pungkas Ratnalia.


Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda