Aceh Butuh Banyak Tenaga Pengawas Keuangan Syariah
Font: Ukuran: - +
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Aceh, Dr. Wildan, M.Pd. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Aceh, Dr. Wildan, M.Pd menyebut banyak lembaga keuangan di Aceh yang core bussinesnya beralih menjadi lembaga keuangan syariah, termasuk koperasi.
Hal ini berkaitan erat dengan regulasi lembaga keuangan syariah di Aceh, sebagaimana diatur dalam Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Dalam aturan ini mengisyaratkan, semua lembaga keuangan konvensional di Aceh harus beralih menjadi lembaga keuangan syariah.
Sebab itu, ia mendorong Dinas Koperasi dan UMKM mencetak Dewan Pengawas Syariah (DPS), untuk menjadi tenaga audit di lembaga keuangan syariah. Ia juga menuturkan, saat ini selain bank, banyak koperasi memiliki unit usaha jasa keuangan untuk mendukung jalannya kegiatan operasional.
"Keberadaan DPS ini menjadi penting, untuk mengawasi operasional lembaga maupun unit usaha koperasi yang bergerak di bidang jasa keuangan," sebut Wildan di kantornya, Lampineung, Banda Aceh, Kamis (10/10/2019).
Wildan menyebutkan, untuk memenuhi kebutuhan pengawas keuangan syariah saat ini tidak mudah, karena keterbatasan kuota dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan untuk menjadi DPS wajib mengikuti ujian sertifikasi yang dikeluarkan MUI.
"Pemerintah Aceh menyediakan anggaran sejak tahun 2018 dan 2019 untuk dilatih menjadi Dewan Pengawas Syariah ini, dan setelah itu akan mengikuti uji kompetensi dan dibekali sertifikasi jika lulus," jelas Wildan.
Lanjutnya lagi, pada tahun 2019 ini sudah ada 40 orang yang dikirim untuk dilatih menjadi Dewan Pengawas Syariah. Namun, yang berhasil lulus uji kompetensi serta mendapat sertifikasi baru sekitar 28 orang.
"Ini memang tidak mudah, peserta selain menguasai ilmu ekonomi secara umum, juga diharuskan memiliki pemahaman ilmu agama. Bahkan yang tidak lulus ada yang bergelar Profesor," katanya.
Saat ini dengan jumlah lembaga keuangan koperasi di Aceh yang terus tumbuh, maka diperlukan banyak tenaga pengawas syariah. Untuk tahun ini masih tersisa 2 kali uji kompetensi, yang akan dilaksanakan untuk pemenuhan kebutuhan tenaga pengawas profesional ini.
Namun untuk kuota yang disediakan MUI pada setiap pertemuannya hanya 40 orang saja. Sebagai solusi atas minimnya jumlah tenaga pengawas tersertifikasi ini, Dinas Koperasi dan UMKM Aceh sedang berupaya agar MUI memberikan kuota tambahan.
Dengan kebutuhan badan pengawas itu, tentu terjadi perubahan dalam manajemen koperasi di Aceh. Hal ini tentu tidak serta merta dirubah begitu saja, diperlukan proses dan sedikit memakan waktu, utamanya dalam rangka pemenuhan tenaga pengawas terlebih dahulu.
"Namun pemerintah Aceh tentu terus bergerak mencari solusi cepat. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi saya. Secara kuantitas antusiasme warga yang ingin mengikuti uji kompetensi ini cukup tinggi, namun ini kita tetap harus mengedepankan kualitas," demikian kata Wildan. (rls)