Jum`at, 15 Agustus 2025
Beranda / Berita / Aceh / Aceh Jadi Teladan Dunia dalam Membangun Perdamaian Berkelanjutan

Aceh Jadi Teladan Dunia dalam Membangun Perdamaian Berkelanjutan

Jum`at, 15 Agustus 2025 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Bincang Damai The Aceh Institute dengan topik refleksi dua dekade Pembangunan perdamaian Aceh, Kamis (14/8/2025) malam. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Coordinator for Research and Education for Peace di Universiti Sains Malaysia (REPUSM), Prof. Dr. Kamarulzaman Askandar mengatakan Keberhasilan Aceh dalam membangun perdamaian kini menjadi bahan kajian di berbagai daerah konflik lain, seperti Moro di Filipina dan Pattani di Thailand Selatan.

“Perdamaian di Aceh menjadi liriknya di dunia. Banyak yang boleh dipelajari dari apa yang telah dilakukan di Aceh untuk menciptakan perdamaian,” kata Prof. Kamarulzaman dalam Bincang Damai The Aceh Institute dengan topik refleksi dua dekade Pembangunan perdamaian Aceh, Kamis (14/8/2025) malam

Ia mengatakan dua puluh tahun setelah perjanjian damai Helsinki, Aceh kini tampil sebagai salah satu wilayah pascakonflik yang berhasil mempertahankan stabilitas dan menapaki jalur pembangunan. Perubahan itu terlihat jelas bagi siapa saja yang pernah menyaksikan Aceh di masa konflik.

“Kalau dibandingkan dua puluh tahun lalu, Aceh sekarang sudah relatif aman. Lebih maju dan sejahtera. Penduduk di Aceh rata-rata menikmati perdamaian yang sudah ada ini,” ujarnya.

Meski begitu, Kamarulzaman mengingatkan bahwa perdamaian bukanlah sesuatu yang bisa dibiarkan berjalan sendiri. Ia menekankan perlunya evaluasi dan refleksi berkala agar fondasi perdamaian tetap kokoh.

“Kita perlu melihat perkara-perkara yang menguatkan perdamaian ini. Mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan harus menjadi prioritas di Aceh,” ujarnya.

Baginya, pembangunan ekonomi yang merata hanya bisa tercapai jika didukung oleh infrastruktur yang memadai dan institusi yang kuat, termasuk sektor pendidikan. “Saya kira pembangunan ini boleh diteruskan lagi, bahkan harus dipercepat,” tambahnya.

Sebagai akademisi yang terlibat langsung dalam studi perdamaian, Kamarulzaman menekankan prinsip transformative peace building, yaitu membangun perdamaian dari akar permasalahan.

“Salah satu aspek penting dalam conflict transformation adalah solusi harus berasal dari tanah konflik itu sendiri (solution must be from the soil of the conflict),” jelasnya.

Menurutnya, pendekatan ini telah menjadi kunci keberhasilan Aceh. Masyarakat yang dahulu berada di kubu berseberangan kini bekerja sama membangun daerah.

“Memang kita melihat Aceh ini sebagai satu kasus membina perdamaian yang baik. Ada kerjasama di antara pihak yang dulunya menjadi musuh, sekarang sama-sama membangun Aceh,” ungkapnya.

Ia meyakini bahwa keberhasilan pembangunan damai di Aceh sangat bergantung pada kemampuan masyarakatnya sendiri untuk merumuskan dan melaksanakan solusi yang sesuai dengan realitas lapangan.

“Pihak luar, termasuk lembaga akademik, hanya berperan sebagai fasilitator, menyediakan ruang, pengetahuan, dan dukungan. Perdamaian yang lahir dari akar konflik punya peluang lebih besar untuk bertahan dibandingkan solusi yang dipaksakan dari luar,” pungkasnya.

Bincang Damai ini menghadirkan narasumber dari akademisi dan tokoh masyarakat yaitu Fuad Mardhatillah, Saiful Mahdi, Nazamuddin, Saiful Akmal, Otto Syamsuddin Ishak dan Prof. Dr. Kamarulzaman Askandar yang dimoderator oleh Direktur Aceh Institute, Muazinah Yakop. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI