Beranda / Berita / Aceh / Aceh Masuk 5 Besar Pengguna Judi Online, Kagama Aceh: Darurat Moral!

Aceh Masuk 5 Besar Pengguna Judi Online, Kagama Aceh: Darurat Moral!

Jum`at, 28 Februari 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

DIALEKSIS.COM | Aceh - Provinsi Aceh menempati peringkat kelima nasional sebagai wilayah dengan akses situs judi online (judol) tertinggi sepanjang Februari 2025. Data ini diungkap Masyarakat Informasi Teknologi (MIT) Aceh melalui pantauan Google Trends, di mana pencarian kata kunci “judi online” di wilayah tersebut mencapai skor maksimal 100. Temuan ini memantik keprihatinan serius dari kalangan akademisi dan tokoh masyarakat.

Direktur Eksekutif MIT Aceh, Teuku Farhan, menjelaskan, Aceh berada di urutan lima setelah Lampung, Riau, Kalimantan Utara, dan Sumatera Utara. “Ini ironis. Aceh yang dikenal dengan syariat Islam dan budaya peumulia jamee (menghormati tamu), justru menjadi sarang praktik judi online. Mayoritas pengaksesnya adalah generasi muda usia 18-35 tahun,” ujar Farhan dalam konferensi pers di Banda Aceh, Selasa (25/2).

Ia menyebut, lonjakan pencarian judol terjadi sejak awal 2025, diduga dipicu tekanan ekonomi dan minimnya literasi digital. “Banyak masyarakat terjebak iklan ‘income cepat tanpa modal’ yang disebar melalui platform media sosial. Mereka tidak sadar, judi online adalah jerat utang dan kehancuran keluarga,” tambahnya.

Merespons temuan tersebut, Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Aceh, Dr. H.T. Ahmad Dadek, SH, MH, menyebut fenomena ini sebagai “darurat moral” yang perlu ditangani secara holistik.

“Data MIT Aceh adalah tamparan keras bagi kita semua. Bagaimana mungkin Aceh yang menjunjung syariat Islam justru menjadi surga judi online? Ini bukti kegagalan sistem pengawasan dan pendidikan karakter,” tegas Dadek kepada Dialeksis (Jumat, 28/02/2025).

Ia mendesak Pemerintah Aceh memperkuat tiga pilar penanganan: regulasi, edukasi, dan pemberdayaan ekonomi. “Kami sudah mengirim rekomendasi resmi ke Gubernur Aceh. Jangan hanya fokus membangun infrastruktur fisik, tapi juga infrastruktur moral,” tegasnya.

Rekomendasi Kagama Aceh untuk Penanganan Judol:

  1. Regulasi dan Penegakan Hukum Lebih Kuat: mempercepat revisi Qanun No. 13/2003 tentang Larangan Judi dengan memasukkan sanksi pidana bagi pemain dan bandar judol.
  2. Membentuk satgas gabungan (Kepolisian, Kejaksaan, Dinas Kominfo) untuk patroli siber dan memblokir situs judol secara real-time.
  3. Menerapkan sistem artificial intelligence (AI) guna mendeteksi transaksi mencurigakan di platform e-wallet dan perbankan.
  4. Kolaborasi dengan Provider Internet: memaksa penyedia layanan internet (ISP) untuk mematuhi daftar blokir Kominfo dan menerapkan deep packet inspection (DPI) guna memfilter akses ke situs judol baru.
  5. Memberikan sanksi tegas berupa denda atau pencabutan izin bagi ISP yang lalai.
  6. Edukasi Berbasis Kearifan Lokal: melibatkan Dayah (pesantren) dan Teungku (ulama) dalam kampanye anti-judi melalui pengajian dan media sosial.
  7. Mengintegrasikan modul literasi digital dan bahaya judol ke dalam kurikulum sekolah menengah.
  8. Dan membuka layanan konseling gratis bagi korban kecanduan judol bekerja sama dengan psikolog dan mantan bandar.

Disisi lain Dr Dadek juga memberikan solusi berorientasi ekonomi berkelanjutan, menurutnya memperbanyak pelatihan kewirausahaan berbasis digital untuk generasi muda, seperti dropshipping, konten kreator, dan pengelolaan UMKM.

“Membuka akses pembiayaan mikro tanpa bunga bagi usaha kecil melalui Baitul Mal Aceh,” ujarnya.

Ia juga memberikan masukan agar semua pihak terlibat aktif secara sistematis untuk memutus mata rantai judol. Penangkapan bandar hanya simbolis, sementara server mereka tetap beroperasi di luar negeri,” sarannya.

Tak hanya itu, Dr Dadek juga mengingatkan, Aceh memiliki modal sosial kuat seperti budaya sarak opat (nilai kebersamaan) dan kearifan Islam untuk melawan judol. “Jika semua pihak serius, Aceh bisa turun dari peringkat lima ini dalam setahun. Tapi, kita harus mulai sekarang!”

Ia juga mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memperbarui daftar blokir situs judol lebih cepat. “Saat ini, ada gap 3 - 4 hari antara pelaporan dan pemblokiran. Dalam waktu itu, sudah ribuan orang terjerumus,” ujarnya.

“Judi online adalah kejahatan terstruktur. Tidak cukup hanya menyalahkan korban. Pemerintah, ormas, tokoh agama, dan keluarga harus bergerak bersama,” pungkas Dadek.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI