kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Aceh, Wilayah Tak Terkalahkan dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI

Aceh, Wilayah Tak Terkalahkan dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI

Minggu, 03 November 2024 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Teuku Abdullah Sakti, seorang pakar budaya dan sastra Aceh. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tidak banyak yang tahu bahwa Aceh, daerah di ujung barat Indonesia, memiliki peran yang begitu besar dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. 

Teuku Abdullah Sakti, seorang pakar budaya dan sastra Aceh, dengan penuh semangat menceritakan kembali sejarah heroik rakyat Aceh dalam perjuangan bangsa. 

Menurutnya, kontribusi Aceh bukan hanya berupa tenaga dan semangat, tetapi juga sumbangan materi yang begitu besar. Namun ironisnya, setelah semua pengorbanan itu, Aceh kini menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia.

Teuku Abdullah Sakti mengungkapkan bahwa Aceh adalah satu-satunya wilayah yang tidak pernah dikuasai oleh Belanda selama masa kolonial.

 "Aceh menjadi modal utama dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, sebab, dengan adanya wilayah yang tidak dikuasai Belanda, Indonesia mampu mengklaim wilayah yang sepenuhnya berdaulat di bawah kendali Republik, hal ini menjadi dasar penting dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia di mata internasional," jelasnya kepada Dialeksis.com, Minggu, 3 November 2024.

Teuku Abdullah juga menjelaskan bahwa kontribusi rakyat Aceh tidak hanya berhenti pada penguasaan wilayah. 

Rakyat Aceh dengan sepenuh hati mengumpulkan dana untuk membeli pesawat bagi bangsa yang baru merdeka ini. 

"Pesawat yang dibeli hasil sumbangan rakyat Aceh itu diberi nama ‘Seulawah,’ diambil dari nama sebuah gunung di perbatasan Aceh Besar dan Pidie," jelasnya. 

Dengan nomor penerbangan RI-001, pesawat ini menjadi simbol kuat kebersamaan dan keikhlasan rakyat Aceh untuk kemerdekaan Indonesia. 

Dana yang terkumpul bahkan cukup untuk membeli dua pesawat, namun misteri tetap menyelimuti keberadaan pesawat kedua, yang menurut beberapa sumber dikirim ke Burma sebagai tanda terima kasih atas dukungan mereka.

Selain sumbangan pesawat, rakyat Aceh juga tak segan-segan memberikan kontribusi lainnya seperti makanan, pakaian, dan bahkan ternak. 

Di tahun 1948, rakyat Aceh mengirim 72 ekor kerbau ke Medan Area untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan para pejuang kemerdekaan. 

Sumbangan ini bukan sekadar bantuan, tetapi bentuk nyata dari solidaritas dan pengorbanan untuk mempertahankan kemerdekaan.

Tidak hanya dalam bentuk fisik, Aceh juga menyumbang komunikasi strategis melalui Radio Rimba Raya, sebuah radio yang berada di daerah Aceh Tengah dan menjadi salah satu alat propaganda penting selama agresi militer Belanda. 

Menurut Teuku Abdullah, Radio Rimba Raya berperan besar dalam menyebarkan pesan kemerdekaan ke seluruh dunia, terutama saat Belanda mengklaim bahwa Indonesia telah kalah dan tidak lagi memiliki kekuatan.

"Radio ini memiliki kekuatan 1 kilowatt, yang cukup besar untuk menjangkau wilayah luar negeri," jelas Teuku Abdullah.

Siaran Radio Rimba Raya mengabarkan bahwa Republik Indonesia masih ada, TNI masih berjuang, dan pemerintah masih berfungsi meskipun Yogyakarta telah jatuh ke tangan Belanda. 

Pernyataan ini kemudian disebarluaskan oleh All India Radio sehingga berita kemerdekaan Indonesia terdengar ke penjuru dunia. 

"Dunia pun tahu, bahwa Belanda menyebarkan kebohongan,” ujar Teuku Abdullah dengan bangga.

Namun, di tengah sejarah panjang pengorbanan tersebut, kondisi Aceh saat ini menyisakan ironi yang menyesakkan. 

Provinsi yang dulunya menjadi modal utama kemerdekaan Indonesia kini berada di posisi kelima termiskin di Indonesia, bahkan menyandang predikat sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatera. 

Menurut Teuku Abdullah, kondisi ini seharusnya menjadi tamparan bagi pemerintah pusat. "Bagaimana bisa wilayah yang begitu berjasa justru tertinggal secara ekonomi?" tanyanya.

Ia menyoroti bahwa semangat juang rakyat Aceh, yang dipupuk melalui ajaran Islam dan semangat jihad, seperti yang termaktub dalam Hikayat Prang Sabi, perlu kembali digugah. 

"Aceh tidak meminta lebih, hanya ingin haknya untuk sejahtera. Setelah sekian lama berkorban, sudah sewajarnya jika pemerintah pusat memberikan perhatian yang lebih kepada Aceh," ujar Teuku Abdullah.

Dengan segala kontribusi yang pernah diberikan Aceh untuk Indonesia, Teuku Abdullah berharap pemerintah pusat lebih serius membangun kesejahteraan Aceh. 

Keikhlasan rakyat Aceh dalam membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia seharusnya tidak dilupakan. Kisah tentang Aceh bukan sekadar sejarah masa lalu, tetapi fondasi yang kuat untuk memperbaiki masa depan. 

Sejarah pengorbanan Aceh menunjukkan bahwa daerah ini telah memberi begitu banyak tanpa pamrih. Kini, waktunya bagi Indonesia untuk membalasnya dengan keadilan dan perhatian penuh agar rakyat Aceh tidak terus hidup dalam bayang-bayang kemiskinan.

"Aceh adalah wilayah yang berjasa, dan sudah waktunya kita menghidupkan kembali kejayaan yang pernah ada. Aceh layak mendapatkan yang terbaik, bukan sekadar kenangan masa lalu, tetapi sebuah harapan masa depan," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda