DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Persoalan revisi Qanun Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Lhokseumawe kembali memantik sorotan publik.
Aktivis Demokrasi Aceh, Sofyan menilai langkah Pemerintah Kota dan DPRK Lhokseumawe melakukan sosialisasi revisi qanun melalui pemasangan spanduk di berbagai sudut kota sebagai tindakan yang tidak tepat, bahkan terkesan panik.
“Saya memandang bahwa sosialisasi melalui spanduk adalah langkah yang tidak tepat, bahkan terkesan sebagai bentuk kepanikan politik,” ujar Sofyan kepada Dialeksis.com, Sabtu (6/9/2025).
Menurut Sofyan, proses revisi qanun seharusnya mengikuti mekanisme formal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ia menegaskan, DPRK merupakan lembaga kolektif-kolegial, sehingga setiap keputusan hanya sah jika dibahas dalam forum resmi dan ditetapkan melalui rapat paripurna.
“Ketua DPRK tidak berwenang mengambil sikap pribadi mengatasnamakan lembaga tanpa keputusan paripurna. Itu jelas diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Tata Tertib DPRD,” tegasnya.
Sofyan menilai langkah sosialisasi yang dilakukan padahal paripurna revisi belum digelar justru menimbulkan tanda tanya besar. “Ini bisa menyesatkan masyarakat, bahkan dapat dianggap sebagai bentuk pembohongan publik,” katanya.
Sofyan juga menyinggung lemahnya respons Pemko dan DPRK Lhokseumawe terhadap kebijakan pusat. Ia mengingatkan, Menteri Dalam Negeri jauh-jauh hari sudah menegaskan bahwa daerah tidak boleh menaikkan PBB. Namun, Pemko dan DPRK justru membiarkan kebijakan tersebut berjalan.
“Ini menunjukkan sejak awal tidak ada niat baik untuk berpihak pada rakyat. Sebaliknya, Pemko terkesan bermain ‘kucing-kucingan’ dengan rakyat,” ujarnya.
Kondisi ini, lanjut Sofyan, semakin ironis ketika Wali Kota menyatakan dirinya tidak mengetahui adanya kebijakan tersebut.
“Padahal pengutipan pajak sudah berlangsung sejak Maret, tepat setelah qanun itu disahkan. Pernyataan itu bukan hanya konyol, tapi juga menambah bukti bahwa publik sedang dipermainkan. Apalagi sejak awal, penyusunan qanun ini minim partisipasi publik,” kritiknya.
Tak hanya Pemko, Sofyan juga menyoroti gaya kepemimpinan Ketua DPRK Lhokseumawe yang disebutnya terlalu dominan.
“Ketua DPRK sangat kental sekali bergerak secara one man show tanpa melibatkan unsur pimpinan lain. Ia sudah melanggar prinsip kolektif-kolegial yang diatur dalam tata tertib dewan,” tegas Sofyan.
Ia mendesak agar Ketua DPRK kembali pada aturan main yang berlaku. “DPRK adalah lembaga kolektif, bukan panggung individu,” tambahnya.
Selain aspek hukum dan politik, Sofyan juga menilai sosialisasi yang dilakukan Pemko dan DPRK tidak selaras dengan visi Smart City yang selama ini dikampanyekan. Menurutnya, pemasangan spanduk di pohon dan pagar kota tidak hanya merusak estetika, tetapi juga mencederai komitmen ramah lingkungan.
“Seharusnya Pemko memanfaatkan kanal digital resmi--website pemerintah, media sosial, atau aplikasi layanan publik. Itu lebih modern, transparan, dan tidak merusak lingkungan,” ujarnya.
Sofyan menegaskan bahwa DPRK Lhokseumawe wajib segera memberikan penjelasan resmi kepada publik mengenai jadwal paripurna revisi Qanun Nomor 1 Tahun 2024.
“Pemko dan DPRK harus menghentikan praktik sosialisasi sepihak yang tidak punya dasar hukum. Selaraskanlah kebijakan dengan visi kota modern yang menjunjung transparansi, akuntabilitas, dan ramah lingkungan,” pungkasnya. [nh]