kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Aktivis Tolak Tambang; Pernyataan Anggota DPRK Aceh Tengah Keliru

Aktivis Tolak Tambang; Pernyataan Anggota DPRK Aceh Tengah Keliru

Rabu, 12 Januari 2022 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

DIALEKSIS.COM| Takengon- Aktivis tolak tambang Gayo, Maharadi menilai pernyataan anggota DPRK Aceh Tengah, Khairul Ahadian, soal tambang di Gayo adalah pernyataan keliru. Bahkan aktivis ini meragukan kapasitas anggota DPRK yang telah mengeluarkan statemenya seperti ditayang Dialeksis.com.

Menurut Maharadi, pernyataan Erol, panggilan akrab Khairul Ahadian yang mengeluarkan pendapatnya di Dialeksis.com dengan judul Tidak Mungkin ditolak, Aceh Itu istimewa Pemerintah Harus Membuat Regulasi adalah pernyataan yang keliru.

“Khairul Ahdian itu harus banyak membaca untuk mengupgrade pengetahuan dirinya, sebab pernyataannya tidak berdasar. Padahal Mahkamah Agung telah membatalkan Izin PT EMM di Beutong Ateuh Banggalang,” sebut Maharadi dalam keteranganya kepada Dialeksis.com, Rabu (12/1/2022).

Menurutnya, PT.EMM telah mendapatkan perizinan IUP OP dari Kementerian ESDM, yang beroperasi di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah Provinsi Aceh. Namun Mahkamah Agung justru membatalkan izin PT EMM, jelasnya.

Sementara PT Linge Mineral Resoureces (LMR) baru diberi izin diberikan pada tahap izin eksplorasi dan tahap proses penyusunan dokumen AMDAL. Luas arealnya mencapai 36.420 hektare.

Seharusnya, sebut Maharadi, anggota DPRK Aceh Tengah, Khairul Ahdian bersama lembaganya ikut melakukan pengawasan bersama pemerintah daerah terkait penerbitan AMDAL.

Perlu difahami, luasan izin 36.420 haktare di berikan kepada PT. LMR itu akan berdampak serius terhadap lingkungan hidup, cagar budaya Kerajaan Linge, sosial budaya. Penambangan akan berdampak terhadap wilayah kelola masyarakat Linge, terdiri dari 1.640 ha lahan sawah, 450 ha ladang dan 2.975 perkebunan.

Dijelaskan Maharadi, sesuai dengan qanun tata ruang Aceh Tengah no 2 tahun 2016, ada empat desa yang langsung bersingungan dengan pertambangan merupakan wilayah pemanfaatan daerah irigasi seluas 395 ha.

Dalam qanun tata ruang juga di tetapkan Kecamatan Linge murapakan kawasan pengendalian daya rusak air, meliputi Krueng Jambo Aye dengan panjang 8.816,10 meter di kecamatan Linge. Kawasan ini meliputi Kampung Reje Payung, Delung Sekinel , Kute Reje dan Owaq.

Dimana kawasan ini merupakan kawasan cekungan air tanah ( CAT) dan system penyediaan jalur dan ruang evakuasi bencana. Keempat desa tersebut memiliki jumlah penduduk sekitar 2.373 jiwa, sekitar 1.115 merupakan perempuan.

“Artinya penambang emas di Linge dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem yang berpengaruh sangat luas mulai dari kehilangan biodiveritas, tangkapan air, situs budaya, sejarah dan penurunan produksi pertanian,” jelasnya.

Masyarakat sepanjang sungai Kreung Jambo Aye bergantung hidupnya terhadap sungai tersebut, sebab proyek penambangan emas di Linge oleh PT. LMR itu murupakan hulu sungai Jambo Aye,” Jelasnya.

Maharadi menyarankan, seharusnya Khairul Ahadian menggunakan haknya untuk melakukan gugatan, seperti yang telah digugat terhadap Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia dan PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) oleh WALHI dan Masyarakat Beutong Ateuh Banggalang.

“Jadi sangat bahaya sekali pernyataan tambang itu tidak bisa di tolak yang mana pernyataan itu berasal dari seorang anggota DPRK Aceh Tengah itu. Saya berharap Khairul Ahadian agar hati-hati mengeluarkan statement di media,” pinta Maharadi.

Seperti diberitakan Dialeksis.com sebelumnya, anggota DPRK Aceh Tengah Khairul Ahadian menyebutkan penambangan emas di Linge Aceh Tengah, dan sejumlah daerah lainya di Aceh tidak mungkin untuk ditolak. Pemerintah sudah mengizinkanya.

Namun, Aceh memiliki keistimewaan di negeri ini dengan adanya UU nomor 11 tahun 2006. Pemerintah Aceh harus membuat qanun, regulasi dari operasional pertambangan demi kesejahtraan rakyat Aceh. Pergunakan undang-undang keistimewaan itu untuk rakyat, sebut Erol panggilan akrabnya.

Pemerintah RI sudah mengizinkanya operasional tambang emas di Aceh. Sangat sulit untuk menolaknya, sudah pasti pemerintah akan mengamankan kebijakanya. Tidak mungkin ditolak, melawan peraturan, izin yang sudah ditetapkan pemerintah. Kekuatan kita sejauh mana untuk menolaknya.

Namun karena izinya sudah dikeluarkan, kini giliran Pemerintah Aceh, DPRA menyiapkan qanun, lahirnya regulasi agar pertambangan emas itu mampu mensejahtrakan rakyat,” sebut Erol. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda