Aliansi Mahasiswa Peduli Air Desak Gubernur dan Bupati Tertibkan Lahan Sawit
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Intruksi Bupati Nomor 548/INSTR/2016 tentang moratorium perkebunan sawit di Aceh Utara mengisyaratkan tidak ada penambahan lahan sawit baru dikawasanan tersebut. Hiruk pikuk tahun politik membuat pemangku kepentingan kecolongan terhadap INBUP tahun 2016, sehingga terdapat perkebunan sawit baru yang sudah ditanam.
Intruksi Bupati Nomor 548/INSTR/2016 dikuatkan dengan hadirnya INPRES NO 08/2018 terkait Moratorium Lahan Pekebunanan Sawit di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena ketidakcermatan pemerintah, paska dikeluarkanya Inbup terdapat lahan perkebunan sawit yang sudah di land clearing dan penanaman. Adanya aktivitas perkebunan sawit di kawasan Sawang telah berdampak kepada masyarakat, yakni wilayah Gampong Gunci, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara tergenang banjir dan berkurangnya debit air aliran Krueng Sawang.
Bedasarkan survei lapangan bahwa kawasan hutan Aceh Utara merupakan salah satu kawasan hutan yang mengalami kerusakan terparah. Jelas ini akan berdampak pada kekeringan di musim kemarau dan banjir di musin penghujan, dikarenakan air tidak lagi ditampung oleh akar-akar pohon.
Koordinator mahasiswa peduli air, Maimun mengungkapkan, semenjak awal tahun 2017 hingga 2019 terdapat beberapa perkebunan lahan sawit baru di Aceh Utara dan yang paling besar berada di hulu sungai kawasan Gampong Gunci, Kecamatan Sawang yang mencapai ±3000 Ha.
Melihat kondisi tersebut, 90 organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan, Minggu (20/1) berkumpul di GOR ACC Unimal, Uteunkot, Cunda Lhokseumawe, untuk bersepakat menolak perkebunan sawit di hulu sungai, akan bersama-sama dengan pemerintah bahu membahu melaksanakan moratorium perkebunan sawit, dan mendorong pemerintah menyelesaikan konflik Agraria.
Dalam siaran pers yang diterima media Dialeksis.com, Minggu (20/1) sore, mahasiswa mempertegas harapan untuk pemerintah agar segera menertibkan lahan sawit di hulu sungai sebagai upaya dari inplementasi INBUP dan INPRES tentang moratorium perkebunan sawit, mendesak pemerintah untuk menyelesaikan konflik Agraria yang ada di Aceh Utara.
Mahasiswa berharap sejak diterimanya poin-poin tuntutan mahasiswa, pemerintah hanya punya waktu 4 x 7 x 24 jam untuk menyesaikan persoalan ini, jikapun tidak ada, maka mahasiswa akan mengunakan student of power untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat agar air untuk masa depan dan hutan untuk anak cucu tetap tejaga. (rel)