Sabtu, 13 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Atasi Isolasi Pascabencana, Masyarakat Adat Gayo Desak Presiden Buka Akses Jalan Linge-Sumut

Atasi Isolasi Pascabencana, Masyarakat Adat Gayo Desak Presiden Buka Akses Jalan Linge-Sumut

Sabtu, 13 Desember 2025 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Situasi warga yang sedang antre beras di Takengon. [Foto: dok. Zam Zam]

DIALEKSIS.COM | Takengon - Masyarakat Adat Gayo melalui Pasak Opat Nenggeri Linge mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tegas membuka akses Jalan Linge-Sumatera Utara sebagai solusi membuka isolasi wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah pasca banjir dan longsor.

Desakan tersebut disampaikan menyusul terputusnya dua jalur utama, yakni Jalan Takengon-Bireuen dan Jalan Bener Meriah-Lhokseumawe (Jalan KKA), yang telah menyebabkan kawasan tengah Aceh terisolasi selama 18 hari terakhir.

Ketua Umum Pasak Opat Nenggeri Linge, Zam Zam Mubarak, menilai kunjungan Presiden Prabowo ke Aceh Tengah dan Bener Meriah pada Jumat (12/12/2025) lalu menjadi momentum penting, namun sangat disayangkan gagasan pembukaan jalur alternatif Linge tidak disampaikan secara langsung oleh kepala daerah kepada Presiden.

“Masyarakat Adat Gayo saat ini membutuhkan tongkat komando Presiden untuk membuka akses Jalan Linge-Sumatera Utara. Ini solusi taktis dan strategis untuk membuka isolasi wilayah pasca bencana,” ujar Zam Zam Mubarak dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/12/2025).

Menurut Zam Zam, lumpuhnya akses transportasi telah berdampak serius terhadap perekonomian masyarakat. Distribusi bahan pokok terganggu, harga sembako melonjak, dan hasil pertanian tidak dapat keluar dari daerah.

“Ekonomi Aceh Tengah dan Bener Meriah lumpuh total. Padahal saat ini masyarakat sedang menghadapi panen raya kopi Arabika Gayo dan cabai. Hasil bumi tidak bisa dijual ke luar Aceh, apalagi untuk tujuan ekspor,” katanya.

Ia mengungkapkan, gagasan pembangunan jalan nasional lintasan tengah Aceh sejatinya telah disampaikan jauh sebelum bencana terjadi. 

Kelembagaan adat kerajaan linge Pasak Opat telah melakukan mitigasi dan sudah disampaikan dalam pidato Raja Linge pada 3 November 2025, saat penobatan gelar kehormatan adat kepada Dandim 0106 Aceh Tengah, telah diusulkan pembangunan rute Aceh Tengah-Aceh Tamiang-Medan (Sumatera Utara).

“Jalan Linge Antara bukan hanya untuk kondisi darurat, tetapi solusi jangka panjang menjamin distribusi pangan, komoditas strategis, dan bagian dari integrasi Jalan Tol Sumatera,” jelas Zam Zam.

Selain aspek ekonomi, akses jalan tersebut juga dinilai penting untuk memperkuat integrasi teritorial pertahanan dan keamanan nasional. Jalur ini akan membuka isolasi sejumlah kabupaten, seperti Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang, yang kini terdampak langsung bencana longsor dan banjir.

Berdasarkan observasi di lapangan, Zam Zam menyebut jalur Linge Antara memiliki kontur yang lebih landai dibandingkan Jalan Takengon-Bireuen dan Jalan KKA, sehingga dinilai lebih memungkinkan untuk dibuka lebih cepat.

“Kami meminta Presiden melalui kementerian teknis dan para bupati di Tanah Gayo segera mengoordinasikan gagasan ini. Ini penting untuk percepatan tanggap darurat sekaligus pemulihan ekonomi kawasan tengah Aceh,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti pernyataan pemerintah daerah yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Masyarakat membutuhkan jawaban jujur dan terukur. Jangan hanya memberikan obat penenang. Pernyataan Wakil Gubernur Aceh soal penyelesaian Jalan KKA dalam tiga hari ternyata tidak terbukti,” katanya.

Menurut Zam Zam, kepastian penyelesaian akses jalan sangat dibutuhkan masyarakat untuk merencanakan aktivitas ekonomi di tengah tekanan harga kopi Arabika Gayo yang anjlok jauh di bawah harga normal.

“Meski pahit, kejujuran pemerintah akan membantu masyarakat bertahan dan mengambil keputusan ekonomi yang rasional,” pungkasnya. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI