kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Belajar Mitigasi Bencana Dari Kearifan Lokal di Aceh

Belajar Mitigasi Bencana Dari Kearifan Lokal di Aceh

Jum`at, 16 Agustus 2024 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Seminar bertajuk "Muda Bicara Budaya dan Bencana Aceh." Foto: Naufal Habibi/Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam upaya menguatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya kearifan lokal dalam mitigasi bencana, Generasi Edukasi Nanggroe Aceh (GEN-A) bekerja sama dengan Tim Program Kreativitas Mahasiswa-Riset Sosial Humaniora Universitas Syiah Kuala (PKM-RSH USK) Rumoh Aceh menggelar seminar bertajuk "Muda Bicara Budaya dan Bencana Aceh." 

Seminar ini menghadirkan tiga topik utama yang disampaikan oleh para ahli yang telah berdedikasi dalam penelitian dan pelestarian kearifan lokal sebagai upaya mitigasi bencana.

Sesi pertama diisi oleh Tim PKM-RSH Rumoh Aceh yang menjelaskan bagaimana arsitektur tradisional Rumoh Aceh telah dirancang dengan mempertimbangkan aspek mitigasi bencana. 

Para peserta diajak memahami bagaimana elemen-elemen Rumoh Aceh, seperti tiang penyangga tinggi dan material kayu, mampu mereduksi dampak bencana seperti gempa bumi, tsunami, hingga kebakaran. 

Diskusi ini juga menyoroti bagaimana modernisasi yang saat ini mengubah desain asli Rumoh Aceh dapat mengurangi nilai-nilai mitigasi bencana yang dimilikinya.

Seminar dilanjutkan dengan topik kedua yang disampaikan oleh dr. Imam Maulana, seorang peneliti dan pengembang kesenian adaptasi Nandong Smong dari Pulau Simeulue. 

Seni tutur Nandong Smong, yang diwariskan turun-temurun di Simeulue, menjadi fokus pembahasan dr. Imam. Seni ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga mengandung pesan-pesan mitigasi bencana, khususnya tsunami. 

Nandong Smong telah terbukti efektif menyelamatkan ribuan nyawa saat tsunami 2004 melanda Aceh. Dr. Imam menekankan pentingnya melestarikan kesenian ini sebagai bagian dari pendidikan mitigasi bencana bagi generasi muda, terutama dengan mengintegrasikannya dalam kurikulum pendidikan lokal.

Topik ketiga disampaikan oleh Ismiatul Ramadhian Nur, peneliti dari Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala. 

Ismiatul memaparkan berbagai kearifan lokal dari seluruh Indonesia, seperti praktik-praktik adat Suku Baduy dalam menjaga keseimbangan alam, hingga ritual-ritual adat di Jawa yang bertujuan untuk menghindari bencana. 

Ia menegaskan bahwa kearifan lokal bukan hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga strategi adaptasi yang telah teruji dalam menghadapi berbagai bencana. 

Ismiatul mengajak peserta berpikir kritis tentang bagaimana mengintegrasikan kearifan lokal ini ke dalam kebijakan mitigasi bencana modern, dengan tetap menghormati akar budaya yang ada.

Seminar ini mendapat apresiasi luas, baik dari peserta maupun tamu undangan. Nurhasanah, Kepala Subbag Tata Usaha Museum Aceh, menyampaikan bahwa kajian kearifan lokal ini penting untuk memperkuat kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai budaya dan mitigasi bencana yang terkandung dalam arsitektur Rumoh Aceh. 

Ia juga menyoroti pentingnya menjaga dan memanfaatkan warisan budaya tersebut untuk mendukung ketahanan masyarakat Aceh.

T. Firdaus dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menambahkan, peran generasi muda dalam melestarikan budaya lokal sangat penting dalam konteks mitigasi bencana. 

Rumoh Aceh, misalnya, tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga pusat informasi, tempat berkumpulnya masyarakat untuk berbagi pengetahuan tentang bencana. Sayangnya, peran ini semakin memudar.

Peserta seminar, Pocut Alya Ratu Inara, seorang mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, merasa sangat terinspirasi oleh seminar ini.

Ia tidak menyangka bahwa kearifan lokal Aceh memiliki nilai filosofis dan fungsional yang begitu mendalam. Seminar ini membuka wawasan saya untuk lebih menggali kearifan lokal yang mungkin belum banyak diketahui.

Muhammad Hasan, Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Aceh, juga mengapresiasi inisiatif ini. "Kajian kearifan lokal dalam mitigasi bencana oleh generasi muda ini sangat relevan. 

Ia berharap kegiatan seperti ini dapat terus dilakukan secara rutin untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sekaligus melestarikan kearifan lokal.

Dengan antusiasme yang tinggi dari peserta dan dukungan penuh dari para ahli, seminar "Muda Bicara Budaya dan Bencana Aceh" ini diharapkan dapat menjadi langkah awal yang signifikan dalam mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam strategi mitigasi bencana di Aceh dan sekitarnya.

Acara ini berlangsung pada 15 Agustus 2024 di Aula Museum Aceh, dihadiri oleh 36 peserta dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, peneliti, praktisi kebencanaan, dan masyarakat umum yang tertarik pada budaya serta mitigasi bencana.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda