kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / BKSDA Aceh Bertanggung jawab Mengelola Barang Hasil Sitaan TPLHK

BKSDA Aceh Bertanggung jawab Mengelola Barang Hasil Sitaan TPLHK

Kamis, 18 Januari 2024 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Diskusi Publik Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TPLHK) Satwa Lindung di Kota Banda Aceh, Kamis (18/1/2024). [Foto: Naufal Habibi/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polhut Ahli Muda Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Rahmat mengatakan bahwa BKSDA Aceh bertanggung jawab untuk mengelola barang hasil sitaan Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TPLHK) Satwa Lindung.

Hal ini sesuai dengan Dasar hukum pengelolaan barang bukti adalah UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Menteri LHK Nomor P.26/Menlhk/Setjen/kum.1/2017 Tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 22/2023 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Direktorat Denderal Konservasi Sumber Daya Alam.

Ia mengatakan bahwa barang bukti hasil sitaan TPLKH satwa lindung Aceh yang masih utuh diserahkan kepada BKSDA oleh Kejati Aceh untuk dikelola setelah mendapatkan keputusan pengadilan. 

Dalam hal ini, penanganan dimulai dari identifikasi, pengamanan (pengawalan, penjagaan, uji lab, pembungkusan dan penyegelan), pengangutan, penyimpanan, perawatan atau pemeliharaan, penitipan, pelelangan, peruntukan, pemusnahan dan/atau pelepasliaran BB.

"BB TPLHK adalah segala benda yang patut diduga terkaitan dg suatu TPLHK yang ditemukan di TKP atau tempat lainnya," ujarnya.

Untuk diketahui, pengelolaan barang bukti sitaan TPLHK seperti jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi atau bagian-bagiannya yang dirampas untuk negara, akan dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak di bidang konservasi.

Yang dimaksud barang bukti TPLHK adalah segala benda yang patut diduga terkait dengan suatu tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan yang ditemukan di tempat kejadian perkara maupun di tempat lainnya.

Rahmat mengecualikan pengembalian atau penyerahan kepada lembaga itu, dengan catatan kecuali keadaan barang bukti sudah tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan sehingga dinilai lebih baik agar dimusnahkan.

"Penanganan barang bukti satwa lindung mengikuti putusan hakim, dan jika kondisinya tidak memungkinkan, pemusnahan menjadi opsi terakhir," pungkasnya. [NH]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda