DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 mendatang, puluhan serikat pekerja dan elemen pemerhati hak buruh di Aceh bersiap menggelar aksi damai untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan pekerja. Aksi ini akan menyuarakan sejumlah tuntutan kepada Pemerintah Aceh agar kebijakan ketenagakerjaan lebih berpihak pada perlindungan dan kesejahteraan buruh.
Menurut Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Habibi Inseun, momentum May Day tahun ini menjadi pengingat bahwa masih banyak persoalan ketenagakerjaan di Aceh yang belum terselesaikan.
“Kondisi ketenagakerjaan di Aceh harus lebih baik, apalagi dengan status kekhususan yang dimiliki. Perlindungan dan kesejahteraan buruh adalah hak dasar yang wajib dipenuhi,” tegas Habibi, Senin (28/4/2025).
Habibi menegaskan, aksi damai ini akan fokus pada penyampaian tuntutan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di antaranya, hak atas upah layak, jaminan sosial, serta lingkungan kerja yang aman dan sehat.
“Kami tidak ingin lagi melihat diskriminasi dalam rekrutmen, syarat kerja tidak relevan seperti tinggi badan atau zonasi, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan penahanan ijazah,” ujarnya.
Masih menurut penjelasan Habibi, aksi ini mengusung dua kelompok isu: nasional dan daerah. Di tingkat nasional, tuntutan mencakup revisi UU Ketenagakerjaan, pencegahan PHK massal, penolakan sistem outsourcing, dan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT).
“Sementara isu daerah fokus pada optimalisasi Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2024 tentang Ketenagakerjaan, penegakan hukum bagi perusahaan nakal, serta pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan,” jelasnya.
“Buruh adalah tulang punggung negara. Pemerintah Aceh harus serius memastikan hak-hak mereka terpenuhi, termasuk jaminan sosial bagi pekerja informal dan perlindungan khusus untuk pekerja perempuan serta difabel,” tambah Habibi.
Sebelum puncak aksi pada 1 Mei 2025, serangkaian audiensi akan digelar. Pada 25 April, perwakilan buruh akan bertemu Dinas Ketenagakerjaan dan Mobilitas Penduduk (Disnaker Mobduk) Aceh untuk membahas tuntutan serta meminta Gubernur Aceh bersedia menerima delegasi pekerja. Tiga hari kemudian, dialog dengan media lokal Harian Serambi Indonesia akan dilaksanakan untuk menyosialisasikan agenda May Day.
Puncak acara berupa long march dan konvoi pada 1 Mei 2025 akan dimulai dari Taman Ratu Safiatuddin (MRB) menuju gedung DPRA dan titik strategis lainnya di Banda Aceh. Aksi diikuti 200 peserta dari serikat pekerja, organisasi masyarakat sipil, dan pekerja muda. Seluruh peserta diimbau mengenakan seragam organisasi serta membawa spanduk dan poster berisi tuntutan.
FSPMI Aceh juga menyoroti nasib pekerja di sektor informal, seperti kafe dan warung kopi (warkop), yang minim jaminan sosial meski menyerap ribuan tenaga kerja.
“Dengan iuran Rp16.800 per bulan untuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian, seharusnya pengusaha bisa lebih bertanggung jawab,” kata Habibi.
Tak ketinggalan, pekerja kurir dan logistik yang kerap terjebak sistem kemitraan ambigu juga menjadi perhatian. Menurutnya, pola kerja ini rentan memicu eksploitasi dan menghilangkan hak dasar pekerja.
“Mari bersama-sama pastikan hak buruh terpenuhi. Pemerintah Aceh harus tegas memihak rakyat, bukan pemodal,” pungkas Habibi, mengakhiri pernyataan dengan salam solidaritas buruh - Salam Perjuangan!