Cerita Dr Raihan Bertemu Kakek Umur 90 Tahun
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
[Foto: Roni/Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mudir Dayah Al ‘Athiyah Tahfizh Al Qur’an Aceh, Dr H Raihan Iskandar bercerita, saat ia berada di negara Azerbaijan, ia bertemu dengan seorang budayawan dan pakar bahasa yang sudah berumur tua.
Kakek itu, sebut Raihan sudah berumur kurang lebih 90 tahun. Ketika ia berpaspasan dengan dirinya, karena kakek itu juga tahu Raihan adalah orang Indonesia, sontak Raihan dikagetkan dengan kalimat yang diucapkan kakek tersebut.
"Kalimat yang tidak saya duga dikatakan beliau, dari Indonesia ya? Iya, jawab saya, lalu lanjut beliau, anda harus bangga dengan bahasa anda bahasa Indonesia," ungkap Raihan saat berkunjung ke redaksi Dialeksis.com dan Studio Jalan Ary, Jumat (29/1/2021).
Raihan yang waktu itu kaget mengaku tidak sempat bertanya mengapa kepada kakek ini. Tanpa ditanya, kata Raihan, kakek itu menjelaksan dengan sendirinya.
Kakek itu berujar, di Indonesia ada 17 ribu lebih pulau. Antara satu daerah dengan daerah lainnya tak hanya dipisahkan dengan sungai, tapi juga dipisahkan dengan lautan. Namun, bisa bersatu dengan bahasa itu.
Kemudian, kakek itu mencontohkan negara Nigeria yang satu daratan tidak dibelah lautan bahkan sungai, tetapi di setiap wilayah di Negeria, mereka punya bahasa sendir dan mereka tidak punya bahasa bersama.
"Bahasa Indonesia itu bahasa persatuan," sebut Raihan sambil mengenang masa lalunya di Azerbaijan.
Kemudian, Raihan yang juga seorang anggota DPR RI periode 2009-2014 mengaku terdiam disebutkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Saat itu, ia mengaku belum sempat bertanya mengenai petuah dari budayawan tersebut. Tetapi, belum Raihan tanya, kakek itu melanjutkan lagi.
"Belum sempat saya jawab, beliau sudah melanjutkan lagi. Beliau bilang, anda harus tahu bahasa anda itu bahasa perlawanan. Saat itu saya berpikir keras, maksudnya apa," ungkapnya.
Kakek itu melanjutkan petuahnya, kata Raihan, bangsa Indonesia itu didatangi oleh bangsa-bangsa besar di dunia. Ada yang dari Portugis, Belanda, bahkan Inggris pun menguasai negeri Indonesia. Akan tetapi tak satu pun bahasa negara itu dijadikan bahasa di negara Indonesia.
"Kenapa, karena anda punya bahasa Indonesia. Bahasa yang dibuat oleh Founding Father, itulah mereka yang melakukan semacam filter sehingga bahasa lain nggak masuk ke dalam katagori negara kita," sebut Raihan.
Akibatnya, lanjut Raihan bercerita, karakter bangsa Indonesia itu murni sebagai bangsa Indonesia yang tidak bercampur dengan karakter bangsa-bangsa lain.
"Keren juga analisanya. Itu yang ngomong kakek-kakek berumur 90 tahun lho," jelas Raihan.
Setelah puas bercerita, Raihan kemudian menjabarkan makna bahasa perlawanan sebagai simbol karakteristik bangsa Indonesia yang menolak untuk dijajah.
Raihan yang juga mantan Ketua Umum DPW PKS Aceh dan Ketua MPW PKS Aceh tahun 2006-2009 turut memberi hormat kepada Founding Father bangsa Indonesia dalam tingkat kenegarawannya.
"Founding Father kita ini memang luar biasa," sebut Raihan mengapresiasi.
Selain itu, Raihan menyebutkan, warga Indonesia sudah menumbuhkan rasa nasionalisme sejak sumpah pemuda digelorakan.
Sejak itu, kata Raihan, sudah ada kesadaran penuh bagaimana warga Indonesia saat itu merasakan sebuah perjalanan panjang di bangsa ini, berhadapan dengan bangsa-bangsa yang lain dalan artian tak bisa sendirian.
Raihan melanjutkan, timbul kesadaran untuk membentuk sebuah kolaborasi. Ketika sudah mau berkolaborasi, warga Indonesia melepaskan semua atribut-atribut yang ada, sehingga akhirnya menemukan satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air.
"Disinilah terjadi sebuah pertemuan politik identitas, sebuah maha karya yang sampe sekarang kita mengaguminya sebagai sumpah pemuda," Kata Raihan.
Namun, lanjut Raihan, dalam progres perjalanannya, Indonesia hingga masa kini sudah banyak tergores dan sedikit banyaknya juga sudah ada yang tersusutkan.
Oleh karena itu, Raihan mengharapkan kampanye-kampanye seperti sumpah pemuda agar dihidupkan kembali, supaya pertumbuhan jiwa nasionalisme para warga bisa meningkat seiring berjalannya waktu.
"Kampanye-kampanye seperti ini perlu kita hidupkan kembali kalau kita ingin kembali menjadi bangsa yang besar," pungkasnya.