Demi Program, Mahasiswa KKN Unimal Melakukan Aksi Beresiko
Font: Ukuran: - +
Arief Darmansyah, mahasiswa KKN Unimal, sedang memilih kayu untuk membuat papan petunjuk (Foto: Ist)
DIALEKSIS.COM | Lhoksukon - Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah satu program yang dijalankan oleh setiap mahasiswa sebagai persyaratan menyelesaikan studi. KKN biasa dilaksanakan pada semester tujuh menjadi bakti sosial mahasiswa kepada masyarakat sebelum mereka benar-benar siap menjadi aktor perubahan di dunia kehidupan (Lebenswelt).
Di Universitas Malikussaleh, KKN telah berlangsung hingga angkatan ke-24 pada tahun ini. Program KKN yang diinisiasi selama empat tahun belakangan ini mengadopsi sistem yang pertama sekali diperkenalkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, yang disebut "Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat" (PPM).
Menurut sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unimal, Anwar Puteh, "Program KKN PPM adalah tawaran riil setelah menimbang perjalanan KKN puluhan tahun dan dicari formula efektifnya. Disebut pembelajaran karena sesungguhnya program yang ditawarkan oleh mahasiswa bukan sesuatu yang bisa dibawa dari kelas dan langsung dipraktikan, tapi harus bisa mengabsorsi energi sosial dan pengetahuan lokal masyarakat. KKN model ini adalah menggabungkan semangat partisipatif dan teknokratis yang didapatkan mahasiswa di bangku kuliah pendidikan tingginya", tandas dosen yang juga aktivis KNPI ini.
Demi mewujdukan KKN PPM yang efektif, pelbagai usaha dilakukan mahasiswa untuk mengabdikan ilmu dan tenaganya bagi masyarakat.
Arief Darmansyah dan Aida Shafwah, misalnya. Mahasiswa KKN Gampong Tanjong Mesjid, Kecamatan Samudera, Aceh Utara yang tergabung dalam kelompok KKN 51 harus mencari bahan baku untuk membuat papan petunjuk dengan mencari kayu ketam hingga ke daerah Cunda Lhokseumawe. "Kami melakukan ini demi menghemat anggaran, karena anggaran yang kami miliki juga terbatas," kata mahasiswa Teknik Informatika Unimal itu.
Uniknya, kayu yang mereka cari di tempat penjualan kayu (panglong) itu harus dipotong sendiri, karena sang pemilik sedang memiliki pekerjaan lain. Jadilah mahasiswa ini menjadi "utoh dadakan" atau tukang kayu, dengan menggergaji kayu itu sendiri sesuai keperluan. Yang paling spektakuler kayu panjang untuk tiang pancang berjumlah lima buah itu harus digotong dengan sepeda motor.
Arief yang mengenderai sepeda motor dan di belakang Aida menggotong kayu seberat lebih 10 kg itu. Mereka menempuh perjalanan lebih 20 km, dari panglong menuju ke Gampong Tanjong Mesjid melewati jalan nasional Banda Aceh – Medan sebelum memasuki lokasi KKN dengan melewati Keude Gedong di Kecamatan Samudera.
"Saya harus menjadi wonder woman yang memikul kayu itu di bahu dan juga ketika lelah saya pangku dengan sebelah paha. Kayu itu tidak mungkin dibawa dengan melintang, karena pasti akan celaka", kata Aida mahasiswa Jurusan Sosiologi ketika diwawancarai dialeksis.com pada Jumat petang (21/09).
Pengabdian masyarakat seperti ini adalah "tapa barata" yang harus dilakukan oleh mahasiswa, sebelum menjadi "brahmana" bagi masyarakatnya.
"Mahasiswa lahir dari rahim rakyat, dan harus kembali mengabdi bagi rakyat sebagai ibu sosial mereka. Lagi pula pengabdian ini sangat singkat, harus memberikan kesan baik bagi masyarakat", sambut T.M. Saiful, mahasiswa KKN Tanjong Mesjid lainnya.
Demikianlah seharusnya mahasiswa. Mereka harus mencucurkan keringat dan tenaga ketika sedang melaksanakan KKN. Resiko pun harus diambil, meskipun sebenarnya aksi ini sangat berbahaya. Don’t ever try this again, guys! (tkf)