kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Dihukum 15 Tahun, Terpidana Kasus Sabu-Sabu Ajukan PK

Dihukum 15 Tahun, Terpidana Kasus Sabu-Sabu Ajukan PK

Jum`at, 03 Juli 2020 16:25 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : M. Hendra Vramenia

 Kuasa Hukum terpidana kasus Sabu-Sabu Husni Thamrin Tanjung, SH. [Foto: M. Hendra Vramenia].


DIALEKSIS.COM | Aceh Tamiang - Syarifuddin alias Wak Din (47), terpidana kasus sabu-sabu melalui tim kuasa hukumnya, Husni Thamrin Tanjung, SH dan Shelvi Noviani, SH mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri (PN) Kualasimpang Kabupaten Aceh Tamiang. 

Permohonan PK Syarifuddin Nomor 3/Akta./PK/2020/PN Ksp ini telah diterima dan ditanda tangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Kualasimpang, Amiruddin, SH, Kamis (2/7/2020) kemarin. 

Kuasa Hukum pemohon, Husni Thamrin Tanjung kepada Dialeksis.com, Jumat (3/7/2020) mengatakan, PK ini terkait putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh tanggal 9 Januari 2020 Nomor 369/PID/2019/PT BNA Jo Putusan Pengadilan Negeri Kualasimpang tanggal 7 November 2019 Nomor 200/Pid.Sus/2019/PN Ksp.

"Putusan Banding tersebut menjatuhi hukuman terhadap kliennya 15 tahun penjara. Pihaknya merasa keberatan karena dinilai adanya kebohongan atau tipu muslihat dalam perkara dimaksud," jelasnya. 

Menurutnya, kasus ini berawal dari penagkapan M Alfianda di laut perairan Aceh Tamiang pada tanggal 23 Februari 2019 dengan barang bukti 10 bungkus sabu-sabu atau lebih kurang (10 kg). Kemudian selang sehari tanggal 24 Februari 2019, kliennya Syarifuddin, warga Dusun Lama, Desa Alue Ie Puteh, Kecamatan Manyak Payed, Aceh Tamiang ditangkap oleh personel polisi.

“Klien saya Syarifuddin ditangkap di rumahnya tanpa barang bukti. Namun dia terkejut saat melihat dua polisi yang nangkap dia juga berada dalam satu sel di Polres Langsa,” ungkap Husni Thamrin. 

Dijelaskannya, jumlah orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama pada waktu itu berjumlah tujuh orang yaitu, Syarifuddin (kliennya), Leli Safitri, Muksal Mina alias Ateng, M Alfianda dan M Daud. Serta dua orang lagi oknum polisi yakni Al Ansar dan Rudi Hamzah juga menjadi tersangka.Dua oknum polisi ini disebut-sebut ditangkap oleh BNN pusat.

Selanjutnya, kata Husni, pada 28 Februari 2019, ke tujuh tersangka tersebut dipindah dan dititipkan di rumah tahanan (Rutan) Mapolda Aceh berdasarkan surat Penitipan Tersangka. “Tapi anehnya, hanya dua orang yang dijadikan terdakwa. Lima orang lagi hanya sebagai saksi lalu mereka bebas,” beber pengacara asal Kota Medan ini.

Dalam salinan PK yang didaftarkan oleh Tim Kuasa Hukum terpidana juga menghadirkan beberapa bukti surat di antaranya, surat Penitipan Tahanan, surat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi dan Surat Perintah Penangkapan.

Dalam hal ini kuasa hukum mempersoalkan Laporan Polisi telah berubah menjadi tanggal 1 Maret 2019 yang diterbitkan oleh Polda Aceh. Padahal jelas bahwa laporan polisi tanggal 24 Februari 2019 pada saat Syarifuddin alias Wak Din ditangkap telah diterbitkan oleh Polres Langsa.

“Akibat adanya perubahan LP mengakibatkan masa penahanan pemohon PK tidak jelas. Masa penahanan tidak singkron apa yang telah dibuat oleh pihak Polda Aceh dengan Polres Langsa. Seharusnya laporan polisi tanggal 24 Februari bukan dimajukan 1 Maret 2019. Karena dalam satu perkara tidak mungkin ada dua Laporan Polisi,” beber Husni seraya menambahkan, jadi kami anggap hukum formilnya saja sudah cacat, maka putusannya cacat juga.

Dalam kasus sabu 10 kg ini, kata Husni, kliennya yang hanya berprofesi sebagai nelayan ini, diduga hanya berperan sebagai undercover yang dikorbankan. Hal itu dapat dilihat dari tujuh tersangka hanya dua orang yang dituntut di Pengadilan. Sementara, orang yang ditangkap pertama M Alfianda dengan BB 10 kg sabu lepas, dan dalam persidangan Muksal Mina alias Ateng sebagai saksi kunci juga tidak pernah dihadirkan.

Kuasa Hukum menyimpulkan, tindakan yang menjerumuskan pemohon adalah bentuk rekayasa, karena pemohon melihat kenapa orang yang menagkap pemohon juga dijadikan tersangka, namun sampai saat ini keberadaannya tidak diketahui, diproses atau tidak karena dalam satu perkara yang sama.

“Dalam kasus ini klien kami seperti orang yang dikambing hitamkan,  karena pada saat ditangkap barang bukti 10 kg sabu-sabu tersebut tidak ada sama pemohon,” beber Husni. (MHV)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda