Kamis, 11 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Dinkes Aceh Kerahkan Ratusan Tenaga Medis Tangani Dampak Banjir

Dinkes Aceh Kerahkan Ratusan Tenaga Medis Tangani Dampak Banjir

Selasa, 09 Desember 2025 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Konferensi Pers Pusat Informasi dan Media Center Komdigi Wilayah Aceh, Senin (8/12/2025) pukul 17.00 WIB. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh melalui Dinas Kesehatan bergerak merespon bencana banjir besar yang melanda hampir seluruh wilayah Aceh sejak akhir November 2025. Sejak tanda-tanda awal bencana terdeteksi, jajaran kesehatan langsung disiagakan hingga ke pelosok daerah terdampak.

Hal itu disampaikan langsung oleh Plt Kepala Dinas Kesehatan Aceh, Ferdiyus, dalam Konferensi Pers Pusat Informasi dan Media Center Komdigi Wilayah Aceh, Senin (8/12/2025) pukul 17.00 WIB.

Ferdiyus mengungkapkan bahwa kewaspadaan tinggi sudah dilakukan sejak malam 26 November 2025, ketika hujan deras terus mengguyur Aceh.

“Di tanggal 26 malam itu saya sudah waswas. Saya langsung mengumpulkan teman-teman di instalasi farmasi dan program. Kami berkomunikasi dengan 23 kabupaten dan kota untuk memastikan daerah mana saja yang mulai dilanda banjir,” ujar Ferdiyus.

Keesokan harinya, 27 November, Dinas Kesehatan dipanggil pimpinan Pemerintah Aceh untuk membahas langkah cepat penanganan banjir.

Informasi yang masuk menyebutkan sejumlah jembatan di wilayah timur Aceh telah putus, sehingga akses layanan kesehatan mulai terganggu. Pada 28 November, status darurat bencana resmi ditetapkan Pemerintah Aceh.

Begitu status darurat ditetapkan, Ferdiyus langsung mengajukan permintaan kebutuhan dasar, khususnya BMHP (Barang Medis Habis Pakai) untuk seluruh daerah terdampak.

“Saya langsung memberangkatkan tim instalasi farmasi ke 23 kabupaten dan kota. Walaupun ada yang terjebak dan tidak bisa kembali karena akses terputus,” katanya.

Tak hanya itu, pihaknya juga membuka komunikasi intensif dengan Kementerian Kesehatan RI. Respons cepat langsung diberikan.

“Tanggal 28 malam kami komunikasi dengan Kementerian Kesehatan, respons Puskris sangat positif. Mereka meminta semua kebutuhan diajukan, terutama BMHP,” jelasnya.

Dari hasil pemetaan, tercatat 21 dari 23 kabupaten/kota di Aceh terdampak banjir. Kondisi terparah terjadi di Kabupaten Pidie Jaya saat itu.

Ferdiyus mengungkapkan bahwa seluruh pegawai RS Pidie Jaya terdampak banjir sehingga layanan rumah sakit lumpuh total.

“Rumah sakitnya tidak ada yang operasional. Maka saya kirim 10 orang tim untuk mengambil alih agar IGD bisa segera difungsikan,” katanya.

Berkat kolaborasi dengan tim RS Pidie Jaya, Universitas Syiah Kuala (USK), dan Ebra Asia, IGD akhirnya kembali beroperasi, meski masih dalam kondisi terbatas.

Secara keseluruhan, Aceh memiliki 65 rumah sakit, terdiri dari 28 RSUD dan 37 rumah sakit swasta. Dari jumlah itu, 9 rumah sakit di kabupaten/kota terdampak berat, dengan 2 rumah sakit hingga kini masih belum beroperasi penuh, yakni RSUD Aceh Tamiang dan RSUD Sultan Abdul Aziz, Aceh Timur.

Selain itu, terdapat 3 rumah sakit swasta yang masih lumpuh, yaitu RS Pertamina Rantau, RS Umi Langsa dan RS Premi Inti Medikal Aceh Utara.

“Alat kesehatan di Aceh Tamiang itu tenggelam semua. Kami belum bisa memastikan apakah masih bisa digunakan atau tidak,” jelasnya.

Hingga Senin (8/12/2025), Dinas Kesehatan Aceh telah mengirimkan 371 tenaga kesehatan ke wilayah terdampak yang tersebar di 9 rumah sakit kabupaten dan kota.

Bantuan tenaga juga datang dari berbagai provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan Jambi. Organisasi profesi seperti IDI, Poltekkes, serta relawan kesehatan lainnya turut dikerahkan secara masif.

Namun, persoalan utama di lapangan saat ini bukan lagi kekurangan tenaga medis, melainkan minimnya alat kesehatan yang layak pakai.

Dari total 336 puskesmas di 23 kabupaten/kota, tercatat 166 puskesmas sempat lumpuh di awal bencana dan Kini tersisa sekitar 50 puskesmas yang masih belum beroperasi penuh di 7 kabupaten/kota terdampak berat.

Akses menuju sebagian besar puskesmas masih terhambat karena jembatan putus dan jalan terendam.

Ferdiyus menegaskan bahwa saat ini kebutuhan paling mendesak di sektor kesehatan adalah Ambulans, Air bersih dan MCK (Mandi, Cuci, Kakus).

“Di Aceh Tamiang, hampir 28 puskesmas ambulansnya tenggelam semua. Di Aceh Utara 32 puskesmas juga sama. Mobilisasi pasien sangat terkendala,” ungkapnya.

Bahkan, di beberapa daerah, tenaga kesehatan terpaksa menggunakan sepeda motor pinjaman untuk mengangkut pasien.

“Air bersih ini sangat menyedihkan. Bukan hanya untuk mandi, untuk minum saja sulit. Kalau ini tidak cepat diatasi, masalah kesehatan bisa membesar,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI