Direktur Aceh Institute Sampaikan Cara Siasati Anggaran Pilkada Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Eksekutif The Aceh Institute sekaligus pengamat politik Aceh, Dr Fajran Zain mengatakan, dana anggaran untuk Pilkada Aceh tahun 2022 bisa disiasati Pemerintah Aceh dari berbagai pos kebijakan yang dirasa kurang signifikan atau sifatnya bisa tertunda dan dialihkan.
Ia mencontohkan kesediaan dana Pilkada Aceh tahun 2022 sama seperti penyediaan anggaran untuk penanganan Covid-19 di tahun 2020.
"Kasusnya sama seperti dana covid lah, memotong anggaran-anggaran dana yang ada. Caranya ya dengan melakukan revisi Pergub tentang APBA," ujarnya saat dihubungi Dialeksis.com, Minggu (24/1/2021).
Adapun untuk alokasi anggaran pilkada dalam APBK di kabupaten/kota yang ada di Aceh, kata dia, prosesnya mengikuti dengan apa yang dilakukan di tingkat provinsi
Sementara itu, ia mengabarkan untuk urusan revisi APBA untuk dana Pilkada sudah tertampung di Biro Hukum.
Ia mengatakan, jajaran eksekutif, legislatif dan KIP Aceh telah bekerja secara signifikan. Akan tetapi penyediaan anggaran untuk Pilkada sekarang ini sangat berkejaran dengan waktu pelaksanaan Pilkada di tahun 2022.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah setempat untuk tanggap cepat persoalan penyediaan anggaran Pilkada.
"Memang prosesnya agak melambat, seolah-olah seperti acuh tak acuh. Padahal persoalan Pilkada 2022 itu persoalan harga diri rakyat Aceh, ini masalah kekhususan," tuturnya.
Sebelumnya, dikabarkan banyak pemerintah kabupaten/kota di Aceh masih ada yang belum menganggarkan dana untuk Pilkada. Hal itu dilakukan dengan alasan hingga APBK di sahkan belum ada kepastian hukum dan ketentuan hukum dengan penjadwalan Pilkada di Aceh.
Mengenai itu, Fajran menyampaikan untuk pelaksanaan Pilkada Aceh walau tak ada kepastian secara hukum tentang jadwal Pilkada, mestinya pemerintah setempat tetap mencari peluang agar pelaksanaan Pilkada Aceh tahun 2022 tetap terjalankan.
"Bukan dalam kondisi ketiadaan aturan, dalam kondisi ketiadaan aturan pun harus membuat akselerasi supaya bisa dilakukan di 2022. Apalagi ini perintah Pasal 65 UUPA," jelasnya.
Selain itu, ia menilai tak ada kerugian yang diterima Aceh akibat menjalankan pemilihan kepala daerah di tahun 2022. Menurut dia, Pilkada Aceh di tahun tersebut malah menguntungkan semua pihak, baik DPRA, partai lokal dan eksekutif.
Justru, kata dia, penundaan Pilkada ke 2024 yang malah dikhawatirkan mampu merusak lanskap sosial politik di Aceh.
Ia mengatakan, ketika Soedarmo menjabat sebagai Plt Gubernur Aceh selama empat bulan di tahun 2016 kemarin telah merusak tatanan sosial politik di Aceh.
"Lanskap politik Aceh kita ini rusak. Bayangkan kalau dua tahun, apa yang akan terjadi di masa dua tahun itu. Tidak hanya di level provinsi, di kabupaten/kota juga sama. Ini yang sebenarnya merugikan Aceh," kata dia.
Sementara itu, Fajran menegaskan, kalau Pemerintah Aceh menganggap Pilkada Aceh tahun 2022 sebagai suatu keharusan, maka anggaran Pilkada harus wajib dialokasikan.
"Kalau itu sudah dianggap sebagai urusan wajib, tidak ada alasan. Harus ada alokasi anggaran untuk itu. Caranya bagaimana, merevisi peraturan di Pergub, selesai," pungkasnya.