kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Direktur LBH Banda Aceh Minta Hak Eks Kombatan GAM Miskin Didahulukan

Direktur LBH Banda Aceh Minta Hak Eks Kombatan GAM Miskin Didahulukan

Senin, 01 Agustus 2022 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana

Direktur Lembaga Badan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul Putra Mutia. [Foto: for Dialeksis] 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pembagian lahan perkebunan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Barat teridentifikasi masalah, apalagi pasca ditelisik oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat yang menduga ada pejabat yang kebagian tanah tersebut, padahal tanah itu dikhususkan untuk mantan eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Lembaga Badan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul Putra Mutia mengatakan, jika melihat asal usulnya berdasarkan MoU dan UU Pemerintah Aceh, memang kombatan itu akan diberikan lahan namun tidak disebutkan kombatan itu seperti apa.

Pada prinsipnya, ia mendukung dan ia sampaikan juga bahwa ini program yang baik kalau bisa terealisasi dan harus tepat sasaran. 

Ia menambahkan, yang dimaksud tepat sasaran seperti kombatan, tapol napol, dan korban konflik. Dalam proses perjalanan perdamaian sampai saat ini adalah siapa yang paling membutuhkan di antara ketiga ini. 

Jika korban konflik, maka kenapa kita sebutkan korban konflik? Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang sedang berjalan, data korban konflik sudah ada di KKR sesuai dengan kerja KKR, dan KKR sudah menyerahkan ke pemerintah Aceh. Lanjutnya, pemerintah Aceh belum melaksanakan sampai sekarang, ini yang harus diutamakan.

"Ini sudah masuk pada tatanan moral bukan tatanan hukum lagi, karena kalau tatanan hukum seperti tiga kategori yang dimaksud, artinya mereka semua berhak," ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Senin (1/8/2022).

Syahrul menjelaskan, jika mereka sudah menjadi pejabat dan kalau pun memang dia mantan pejabat maka mereka dianggap sudah berdaya dan mampu. 

Untuk itu, harus didahulukan kombatan yang belum mampu, Tapol/Napol yang masih miskin dan mereka yang belum mendapatkan hak-haknya. 

"Yang paling utama sekarang adalah korban konflik yang menderita, itu sudah termasuk tataran moral sebenarnya bukan tataran hukum. Kalau kemudian sudah pada tataran moral publik bisa menilai atau menghakimi sendiri," jelasnya lagi. 

ia meminta  program yang diusulkan atas nama pejabat itu dibatalkan dan diberikan kepada orang-orang yang lebih membutuhkan. [Auliana Rizky]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda