Rabu, 12 November 2025
Beranda / Berita / Aceh / Direktur RSJ Aceh: Pemasungan Tidak Boleh Terjadi dalam Kondisi Apa Pun

Direktur RSJ Aceh: Pemasungan Tidak Boleh Terjadi dalam Kondisi Apa Pun

Selasa, 11 November 2025 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh, dr. Hanif sedang menjelaskan kepada awak media dalam giat Aceh Timur bebas pasung, Senin, 10 November 2025. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh, dr. Hanif, menegaskan bahwa pemasungan terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dalam kondisi apa pun tidak dapat dibenarkan. 

Menurutnya, tindakan tersebut melanggar kemanusiaan dan hak dasar setiap individu untuk hidup bebas dari penyiksaan.

“Walau mereka saudara kita yang mengalami gangguan jiwa, tetap tidak boleh dipasung. Mereka juga merasakan sakit ketika dijepit kayu atau dirantai,” ujar dr. Hanif saat ditemui media dialeksis.com dalam giat Aceh Timur bebas pasung 2025, Senin (10/11/2025).

Ia menjelaskan, gangguan jiwa bisa dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari tekanan sosial, konflik dalam keluarga, hingga penyalahgunaan narkoba. Karena itu, peran keluarga dan lingkungan sekitar sangat penting dalam mencegah sekaligus mempercepat proses pemulihan pasien.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Aceh, jumlah ODGJ di Kabupaten Aceh Timur mencapai lebih dari 1.200 orang, dengan sekitar 798 orang di antaranya tergolong ODGJ berat. 

Sebagian besar kasus dipicu oleh penggunaan narkoba. Pemerintah daerah kini mengandalkan tenaga kesehatan jiwa di puskesmas untuk memberikan layanan lanjutan di tingkat kecamatan.

Namun, di lapangan, penanganan pasien masih menghadapi berbagai kendala, terutama dalam hal administrasi dan penerimaan sosial dari keluarga maupun masyarakat.

dr. Hanif menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menolak pasien dengan alasan apa pun, termasuk karena tidak memiliki dokumen administrasi seperti KTP atau BPJS.

“Saya sudah tegaskan kepada semua petugas: dalam kondisi apa pun, pasien tidak boleh ditolak. Baik ada data, validasi, maupun tidak ada sama sekali. Semua wajib dilayani,” tegasnya.

Ia menambahkan, banyak pasien yang datang ke RSJ Banda Aceh tanpa membawa identitas diri atau tanpa keluarga yang mendampingi. Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk membantu pengurusan dokumen dasar.

“Kalau mereka tidak punya data kependudukan, kami bantu urus. Tidak ada alasan untuk menolak pelayanan,” katanya.

Fenomena lain yang menjadi perhatian RSJ Banda Aceh adalah banyaknya pasien yang tidak lagi memiliki rumah atau keluarga yang bersedia menerima mereka setelah menjalani perawatan.

“Di rumah sakit, ada pasien yang sudah tinggal lima tahun, bahkan ada yang sampai sepuluh tahun. Mereka tidak pernah kita suruh pulang karena tidak ada rumah untuk kembali,” jelas Hanif.

Kondisi tersebut, lanjutnya, menggambarkan tantangan besar dalam penanganan kesehatan jiwa di Aceh. RSJ Banda Aceh kini tengah menyiapkan program rehabilitasi sosial dan tempat tinggal sementara bagi pasien yang sudah pulih namun masih terlantar.

Hanif memastikan bahwa seluruh kebutuhan pasien di RSJ Banda Aceh dipenuhi sepenuhnya oleh rumah sakit, mulai dari pakaian, makanan, hingga perawatan kebersihan pribadi.

“Baju, sabun, pakaian dalam, semuanya kami sediakan. Bahkan makanan mereka lebih bergizi dibandingkan orang normal, ada daging, susu, dan menu seimbang setiap hari,” ungkapnya.

Menurutnya, perhatian terhadap kebutuhan dasar pasien adalah bentuk penghormatan terhadap martabat manusia. 

“Walaupun mereka mengalami gangguan jiwa, mereka tetap manusia yang harus diperlakukan dengan hormat,” tambah Hanif.

dr. Hanif juga mengimbau masyarakat Aceh untuk berhenti menolak kehadiran ODGJ di lingkungannya. Ia menilai, stigma negatif dan penolakan sosial justru memperparah kondisi mereka.

“Banyak dari mereka yang sebenarnya sudah pulih, tapi tidak diterima oleh keluarga atau masyarakat. Ini menyedihkan,” ucapnya.

Ia berharap masyarakat dapat lebih terbuka dan mau berpartisipasi dalam proses reintegrasi pasien. 

"Kalau mereka sudah sembuh, tolong diterima kembali. Jangan biarkan mereka hidup tanpa arah. Itu tugas kemanusiaan kita bersama,” tuturnya.

Dr. Hanif mengatakan komitmen RSJ Banda Aceh untuk melayani seluruh pasien tanpa membeda-bedakan latar belakang atau kemampuan ekonomi.

"Masalah dibayar atau tidak dibayar, itu urusan nanti. Yang utama adalah mereka harus kita rawat. Kami bukan rumah sakit bisnis. Kami rumah sakit kemanusiaan,” tegasnya.

Menurutnya, semangat ini harus terus dijaga oleh seluruh tenaga medis di Aceh. “Kalau kita bisa melayani orang lain dengan ikhlas, di situ letak nilai kemanusiaan sejati,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI