Disdikbud Diminta Lakukan Pemetaan Terkait Guru PNS Malas Mengajar ke Pulo Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Aceh Besar menegaskan bahwa guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di Pulo Aceh wajib masuk kelas.
Penegasan itu disampaikan menyusul hebohnya pemberitaan di media yang mengungkapkan banyaknya guru PNS di Pulo Aceh malas masuk kelas.
Bagi guru PNS yang bandel dan tetap malas masuk kelas sesuai dengan tugasnya, maka akan diancam untuk tidak akan dilakukan pengamprahan dana sertifikasi bagi guru yang sudah mendapatkan dana sertifikasi.
Menanggapi itu, Akademisi FKIP USK Banda Aceh, Herman RN mengatakan, kebenaran dari kejadian minimnya guru PNS yang masuk dinas ke Pulo Aceh sebenarnya sudah berlarut-larut lama dan bukan lagi sebuah kejadian baru.
Ia mengungkapkan, hebohnya pemberitaan media mengenai kondisi pendidikan di Pulo Aceh sana berkenaan dengan kunjungan yang dilakukan oleh Senator DPD RI HM Fadhil Rahmi atau akrab disapa Syekh Fadhil Rahmi.
Dengan demikian, Herman meminta Disdikbud Aceh Besar dalam menetapkan regulasi jangan menjadikan berita media sebagai patokan. Baiknya bagi Disdikbud Aceh Besar terjun langsung ke lapangan untuk mencari tahu letak permasalahannya.
“Sebelum regulasi itu benar-benar disahkan, Dinas Pendidikan harus terjun dulu ke Pulo Aceh. Lakukan akselerasi, lakukan dulu pemetaan, cari dulu permasalahannya, jangan hanya gara-gara sebuah berita kemudian langsung mengeluarkan regulasi,” ujar Herman saat dihubungi Dialeksis.com, Minggu (14/3/2021).
Ia melanjutkan, Disdikbud Aceh Besar harus mengirim tim ke Pulo Aceh. Kemudian setelah terjun ke lapangan, pihak Dinas harus memberi penyuluhan atau pengertian kepada guru-guru PNS di Pulo Aceh. Jika ke depan memang masih belum berubah, barulah bermain kebijakan.
“Jangan gara-gara sebuah berita kemudian langsung main regulasi. Memangnya Dinas Pendidikan sudah terjun langsung melihat faktanya seperti apa?” jelas dia.
Dalam hal ini, Herman mengaku bukan bermaksud untuk menolak regulasi, akan tetapi ia menyarankan Disdikbud Aceh Besar agar benar-benar mendapatkan informasi yang nyata dari kejadian di lapangan, bukan atas dasar laporan media.
“Jika kejadiannya memang benar, berikan peringatan kepada guru-guru disana, kepada kepala sekolahnya juga, semua harus kena itu, bukan hanya guru-guru yang malas mengajar saja. Kepala sekolah bagaimana kedudukannya coba,” kata Herman.
Selain itu, berkaitan dengan susahnya transportasi ke Pulo Aceh, Herman mengatakan, pemerintah seharusnya melihat dulu dari awal bahwa PNS ini sejak awal mengikuti tes CPNS siap ditempatkan dimana saja.
Atau, kata dia, dengan membuat program untuk memprioritaskan putra-putri daerah sebagai tenaga pengajar.
“Kalau memang tidak bisa, ya, bisa dengan membuat pakta integritas bagi CPNS yang lewat siap untuk ditempatkan di Pulo Aceh, sehingga tidak terjadi hal-hal seperti ini,” kata Herman.
Ia mengabarkan, sebenarnya banyak PNS yang tidak mau ambil dinas ke Pulo Aceh karena bermasalah dengan transportasi. Sehingga, dengan demikian, banyak sisi yang harus dipertimbangkan pemerintah sebelum mengambil kebijakan pengamprahan dana sertifikasi guru PNS.
Apalagi, kata dia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim punya banyak terobosan dalam dunia pendidikan, seperti program Kampus Merdeka atau Merdeka Mengajar.
Dengan demikian, Herman berharap agar Disdikbud Aceh Besar juga mengikuti pola-pola pemberantasan calistung buta huruf sebagaimana yang dilakukan Mendikbud di tempat-tempat 3T (tertinggal, terdepan dan terluar)
“Makanya sebelum menetapkan regulasi, sebaiknya dilihat dulu apa masalahnya yang perlu dikaji. Kalau memang kendalanya transportasi, kok tiba-tiba main potong sertifikasi. Cari dulu apa masalah di sana. Apakah benar guru PNS di Pulo Aceh itu kurang seperti yang diberitakan media. Kalau kurang, apa solusi yang bisa dihadirkan, jangan langsung keluarkan regulasi hanya karena pemberitaan di media,” pungkas Herman.