kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Diskriminasi Hukum di Aceh Paling Banyak Dialami Oleh Perempuan

Diskriminasi Hukum di Aceh Paling Banyak Dialami Oleh Perempuan

Sabtu, 19 Desember 2020 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ahyar
Foto: Ahyar/dialeksis.com

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Praktisi Hukum Banda Aceh, Arabiyani mengatakan, masih banyak perempuan di Aceh mendapat perlakuan diskriminatif secara hukum.

"Ada korban pemerkosaan yang kami dampingi hampir dijerat dengan qanun. ketika diwawancara sama penyidik ada unsur yang mengarahkan dia melakukan atas dasar suka sama suka," kata Arabiyani dalam Podcast Serambi Bincang-Bincang Publik dengan tema "Perempuan Masih Mengalami Diskriminasi Hukum?" disiarkan secara langsung di kanal Youtube Serambi TV, Sabtu (19/12/2020).

Ia melanjutkan, seorang korban pemerkosaan ketika diwawancara sama penyidik harus hati-hati dalam bicara dan tidak boleh salah omong.

"Kalau si korban jawab atas dasar suka sama suka, nanti hukum qanun akan berubah jadi zina. Nah, awalnya kan dia korban nih tapi karena salah omong atau tertekan sama penyedik ketika diwawancara, akhirnya posisi korban ini berubah jadi pelaku," jelasnya.

Menurutnya, kasus pelaku pemerkosaan itu alangkah baiknya dijerat dengan UU Perlindungan Anak dan RUU PKS.

"Fase-fase seperti merayu atau mengajak perempuan untuk berbuat hal tak senonoh sudah bisa di jerat dengan UU Perlindungan Anak, dan dalam RUU PKS juga begitu," katanya.

"Artinya, melindungi perempuan tidak hanya setelah kejadian, tapi fase-fase sebelum kejadian sudah bisa dijerat," tambahnya.

Praktisi Hukum Banda Aceh itu mengatakan, eksistensi hukum pemerkosaan dalam qanun Aceh agak kurang bisa diterima. Karena dalam qanun tersebut, sebuah kasus pemerkosaan harus membawa saksi.

"Namanya diperkosa, di tempat sepi pula, saksinya mau dari mana coba, hanya Allah yang tahu," tuturnya.

Arabiyani menilai hukum di Aceh itu seolah-olah berjalan sebagai penghakiman tanpa mau menelisik penyebab atau mencari kebenaran dibalik kejadian.

"Iya, misalnya seperti kasus ibu-ibu yang berjualan di bulan puasa untuk menafkahi keluarganya, awalnya target jualannya untuk para musafir, tapi kemudian digelandang kemudian dihukum cambuk," jelasnya.

"Maksudnya dicari tahu dulu lah, kejadiannya kenapa, kebenarannya di belakang itu bagaimana. Kalau begini kan bentuk-bentuk diskriminasi hukum namanya," tambahnya.

Arabiyani berharap agar permasalahan gender di Aceh bisa seimbang dan dapat mengurangi diskriminatif hukum pada para perempuan.

"Harusnya saling merangkul lah. kita hidup kan di dunia yang sama, steriotipe pada perempuan yang dulunya sempat tersemat mari pelan-pelan kita hilangkan," pungkasnya [Ahyar].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda