Distanbun Aceh Usul 200 Hektar Lahan Bekas Tsunami untuk Produksi Padi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh mengajukan usulan kepada Menteri Pertanian untuk memanfaatkan lahan bekas tsunami yang berada di Aceh Besar, dengan luas lebih kurang 200 hektar. Lahan tersebut telah terlantar selama hampir dua dekade, sejak terjadinya bencana tsunami pada 2004 lalu.
Kepala Distanbun Aceh, Ir. Cut Huzaimah, MP, menjelaskan bahwa lahan yang dimaksud masih berstatus sebagai lahan baku sawah (LBS), namun saat ini terabaikan karena tertutup puing-puing bangunan yang terbawa tsunami. Sudah 20 tahun tanah ini tidak terolah, sehingga perlu upaya khusus agar bisa kembali dimanfaatkan untuk produksi pertanian, terutama padi.
“Pada tahun 2024, kami merencanakan lahan ini untuk dimasukkan dalam program optimasi lahan sawah (oplah). Namun, kami menghadapi kendala standar biaya yang tidak mencukupi, serta permasalahan terkait status lahan. Jika dimasukkan dalam program cetak sawah, akan bertambah lagi lahan baku sawah yang harus ditangani khusus,” ungkap Cut Huzaimah kepada Dialeksis, Kamis (30/1/2025).
Usulan tersebut mendapat respons positif dari Menteri Pertanian yang langsung menindaklanjuti dengan meminta Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian untuk melakukan survei dan pendataan di lokasi tersebut. Dalam waktu dua hari, tim dari Kementan turun ke Aceh untuk membahas lebih lanjut mengenai usulan tersebut.
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar juga memberikan dukungan penuh terhadap rencana ini. Lahan bekas tsunami yang berada di wilayah Lhoknga dan Leupung diharapkan dapat segera direhabilitasi dan kembali produktif untuk ditanami padi.
“Kami di Pemerintah Aceh sangat berkomitmen untuk menyukseskan program ini. Aceh memiliki potensi besar di sektor pertanian, dan optimalisasi lahan ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan produksi padi serta mendukung ketahanan pangan baik di tingkat daerah maupun nasional,” ujar Cut.
Namun, menurutnya, pemanfaatan lahan bekas tsunami ini memerlukan pendekatan yang tepat, mengingat kondisi tanah yang terdampak bencana besar di masa lalu. Untuk itu, kajian teknis yang matang dan rehabilitasi tanah sangat diperlukan agar kesuburan tanah dapat kembali optimal.
“Perencanaan yang matang sangat diperlukan agar lahan ini bisa kembali produktif. Kami yakin dengan perencanaan yang baik, lahan ini akan kembali mendukung swasembada pangan,” tambahnya.
Cut Huzaimah juga menegaskan pentingnya sinergi antara semua pihak agar program ini berjalan sesuai target. Kolaborasi dan komunikasi yang efektif antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta para petani menjadi kunci untuk mencapai keberhasilan.
“Penting untuk memastikan bahwa program ini bukan hanya sekadar wacana, tetapi benar-benar diwujudkan dengan langkah-langkah konkret. Semua stakeholder terkait harus bersatu dalam mewujudkan optimalisasi lahan ini,” tegasnya.
Pemerintah Aceh berkomitmen untuk terus mendukung kelancaran program ini, termasuk dengan memberikan pendampingan teknis kepada petani serta penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
“Keberlanjutan program ini sangat penting. Bukan hanya soal membuka lahan, tetapi juga memastikan para petani mendapatkan pendampingan serta sarana yang memadai agar hasil pertanian bisa optimal,” jelasnya.
Dengan optimalisasi lahan bekas tsunami ini, pemerintah berharap Aceh tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan lokal, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan nasional.
“Kami ingin Aceh menjadi salah satu lumbung padi nasional. Dengan dukungan dari semua pihak, kami optimis program ini bisa sukses dan memberikan dampak positif bagi masyarakat,” tutup Cut Huzaimah.