Jum`at, 09 Mei 2025
Beranda / Berita / Aceh / Dr Nashriyah: Perempuan Mampu Memimpin, Asal Diberi Ruang dan Kesempatan

Dr Nashriyah: Perempuan Mampu Memimpin, Asal Diberi Ruang dan Kesempatan

Kamis, 08 Mei 2025 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Koordinator Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Ar-Raniry, Dr Nashriyah MA saat menjadi narasumber dalam kegiatan Upgrading dan Rapat Kerja (Raker) Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Ar-Raniry. [Foto: Humas UINAR]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Ar-Raniry, Dr Nashriyah MA menegaskan bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, asalkan diberikan ruang dan kesempatan yang setara.

Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam kegiatan Upgrading dan Rapat Kerja (Raker) Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Ar-Raniry, Rabu (7/5/2025).

Mengangkat tema “Kolaborasi Kuat, Aksi Hebat: Membangun Organisasi yang Berdampak”, kegiatan tersebut digelar di Aula Teater FTK dan dibuka oleh Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasma FTK UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Dr Yusran MPd.

Dalam pemaparannya, Nashriyah menyoroti fakta bahwa meskipun perempuan kini mendominasi angka kelulusan di perguruan tinggi, partisipasi mereka dalam posisi strategis di organisasi mahasiswa maupun lembaga formal masih sangat terbatas.

“Ini bukan soal kurangnya kapasitas, tapi kurangnya kesempatan. Banyak perempuan punya potensi besar, namun terhambat oleh budaya dan sistem yang belum sepenuhnya inklusif,” ujar Nashriyah.

Ia menjelaskan bahwa kepemimpinan perempuan menghadirkan sudut pandang yang unik dan mampu memperkaya proses pengambilan keputusan. Kehadiran perempuan dalam struktur kepemimpinan, menurutnya, bukan sekadar simbol representasi, melainkan bagian dari upaya membangun organisasi yang adil dan berdaya tahan.

Dalam kesempatan itu, Nashriyah juga mengajak para mahasiswa untuk mengenal jejak kepemimpinan perempuan dalam sejarah Aceh, mulai dari Sultanah Safiatuddin Syah dan Zaqiatuddin Inayat Syah hingga Laksamana Malahayati dan Cut Nyak Dien.

“Sejarah Aceh mencatat perempuan sebagai sosok pemimpin yang kuat dan visioner. Ini adalah warisan sosial yang seharusnya bisa menjadi pijakan bagi mahasiswa hari ini untuk mendorong perubahan,” katanya.

Selain mengangkat potensi, Nashriyah juga menyinggung tantangan yang masih dihadapi perempuan dalam menempuh jalur kepemimpinan, seperti stereotip gender, kurangnya akses terhadap mentor, serta sindrom imposter yang membuat sebagian perempuan meragukan kemampuannya sendiri.

Ia pun mendorong semua pihak, baik laki-laki maupun perempuan, untuk membangun budaya organisasi yang saling mendukung dan terbuka terhadap peran kepemimpinan dari semua gender. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
diskes
hardiknas