kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Dr. Rustam : Aceh Miskin Karena Tidak Mengikuti Acuan Data BPS Penggunaan Anggaran Belanja

Dr. Rustam : Aceh Miskin Karena Tidak Mengikuti Acuan Data BPS Penggunaan Anggaran Belanja

Jum`at, 20 Januari 2023 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Aulia

 Dr. Rustam Effendi Akademisi FEB USK. Foto: acehonline.co


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pengamat Ekonomi, Dr. Rustam Effendi sampaikan, Aceh tidak mengikuti acuan BPS dalam menggunakan anggaran belanja, otomatis tidak tepat sasaran dan kemiskinan tidak mampu dituntaskan.

Dilihat dari potret Aceh, kalau dikatakan membaik memang iya, namun dari data Q3 dan berdasarkan data BPS juga pertumbuhan ekonomi Aceh sangat-sangat lamban. Bahkan Pulau Sumatera Aceh pada Q3 paling bawah.

Dengan migas Aceh bisa tumbuh 2,13 % dan non migas 2,7%, bahkan jauh daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh pada 5,7%. Jika dihitung secara keseluruhan Provinsi Pulau Sumatera ini tanpa Aceh itu dapat 4,6%.

Maknanya, Aceh membaik tetapi wilayah lain lebih membaik daripada Aceh. Catatan pentingnya adalah jika Aceh ingin mengentaskan kemiskinan adalah adanya penyedia lapangan pekerjaan. Dan itu akan terwujud apabila ekonomi tumbuh secara signifikan.

"Kalau nilai ekonominya tinggi maka nilai tambahnya akan besar, lapangan usaha tumbuh, outputnya banyak, penggunaan input juga banyak, dan pelibatan banyak pihak juga ada dalam lapangan usaha tersebut," ucapnya dalam kanal Youtube Rri Banda Aceh terkait "Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan di Aceh" yang dikutip Dialeksis.com, Kamis (19/1/2023).

Lanjutnya, tapi kalau pertumbuhan ekonominya lamban, bukan nilai aspeknya yang tambah, tetapi penggunaan input dan penyertaan input juga sangat terbatas. Implikasinya apa? Lapangan pekerjaan yang disediakan sangat minimal dan imbasnya Aceh tidak mampu menyelesaikan problematika kemiskinan.

Faktanya dari data BPS jelas menunjukkan bahwa kemiskinan Aceh pada bulan Maret tahun 2022 14,64%. Semestinya kalau signifikan, maka angka itu akan turun, ini malah naik menjadi 14,75%.

Hal ini bisa terjadi juga disebabkan Aceh ditopang oleh APBA, APBD, dan APBK. Daya dukung ekonomi Aceh hanya bisa bermakna apabila implementasi program dan sub kegiatan yang dibelanjakan memang menuju untuk mengentaskan kemiskinan yang menyentuh lapisan bawah.

"Sebenarnya Aceh memiliki sumber banyak uang, namun yang tidak dilakukan adalah penyehatan belanja itu," ujarnya lagi.

Angk dari BPS bukan angka sulapan, angka tersebut sudah sangat efektif. Aceh sepatutnya jika menggunakan acuan BPS dan BPS juga sudah menghitung melalui 14 indikator itu.

"Mungkin kita tidak menggunakan acuan BPS yang disediakan, harusnya ketika hendak mengajukan suatu kegiatan untuk dibelanjakan gunakan indikasi BPS tersebut," sebut Rustam.

Ia memberikan contoh jangka pendek, yang paling tinggi bahan makanan, kalau APBD mensupport bagaimana untuk memenuhi makanan si miskin, selesai persoalan. Penyebab yang paling tinggi pada aspek makanan dan angka inflasi juga sangat tinggi, capai 7,38%, angka ini di atas angka nasional.

Kita sudah susah, tidak ada pekerjaan apalagi penghasilan, kebutuhan pokok juga mahal, so siapa yang akan menangani ini semua? Aceh tidak melihat hal ini, tidak sesuai dalam pengimplementasian program, acuan BPS jalan ke ke kiri sementara kita ke kanan. [AU]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda