kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Duh! Mahasiswa Kasus Korupsi Beasiswa Belum Bisa Bernafas Lega

Duh! Mahasiswa Kasus Korupsi Beasiswa Belum Bisa Bernafas Lega

Minggu, 27 Maret 2022 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota Solidaritas Advokat Aceh untuk mahasiswa, Erlanda Juliansyah Putra menyatakan, upaya hukum yang ditempuh oleh tim advokat terhadap kasus korupsi beasiswa tahun 2017 ialah berupaya untuk tidak menetapkan mahasiswa sebagai tersangka.

Langkah hukum itu dilakukan karena pihaknya berkeyakinan jika mahasiswa bukanlah pelaku utama, melainkan menjadi korban dari oknum-oknum yang mengeruk keuntungan dari dana beasiswa tersebut.

Dikabarkan, tim solidaritas advokat Aceh untuk mahasiswa ini telah menyampaikan pandangannya dengan beberapa kajian ke Komisi 10 DPR RI dan juga ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Sejauh ini, Alhamdulillah karena nggak ada satu pun dari penetapan tersangka itu yang menetapkan mahasiswa sebagai tersangka,” ungkap Erlanda kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (27/3/2022).

Erlanda menambahkan, untuk saat ini proses advokasi yang dilakukan oleh tim solidaritas advokat Aceh untuk mahasiswa hanya sebatas sampai di sana. Akan tetapi bila ke depan para penyidik memutuskan untuk memasukkan para mahasiswa sebagai tersangka, pihaknya mengaku siap mendampingi proses hukum ke mahasiswa tersebut.

“Sejauh ini tidak ada satu pun mahasiswa yang menjadi tersangka. Jadi untuk sementara kita pasif dulu sambil melihat proses penyelidikan. Kalau ada satu mahasiswa saja yang dijadikan tersangka, maka masih bisa kita respons lagi,” ujarnya.

Oknum Petik Mangga, Mahasiswa Kena Getah

Sementara itu, bagi para mahasiswa yang sudah terlanjur mengembalikan dana beasiswa ke kas daerah, secara verbal para advokat ini tidak lagi mungkin meminta dana beasiswa tersebut untuk dikembalikan ke penerima sah (mahasiswa). Karena uang beasiswa yang dikembalikan secara otomatis masuk ke kas negara.

Berdasarkan penelusuran, pada Pasal 25 Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh No. 28/2019 tentang Beasiswa Pemerintah Aceh disebutkan bahwa:

“Dana beasiswa yang telah diberikan kepada penerima Beasiswa wajib dikembalikan ke kas daerah jika, (a) terbukti memberikan keterangan yang tidak benar pada saat pendaftaran, (b) tidak melaksanakan kewajiban akademik sebagaimana mestinya, (c) memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan perkembangan akademik, dan (d) melanggar perjanjian yang telah ditandatangani.”

Menurut Erlanda, pada dasarnya para mahasiswa yang secara tidak sengaja terlibat kasus korupsi beasiswa tahun 2017 tersebut tidak perlu mengembalikan uang, karena beasiswa itu memang sudah sesuai dengan haknya.

Kecuali, kata dia, uang beasiswa baru wajib dikembalikan jika mahasiswa tersebut misalkan sewaktu pendaftaran memalsukan surat keterangan miskin atau pura-pura miskin biar cair dana beasiswa. 

“Saya tegaskan, kalau memang ada mahasiswa ketika mendaftar beasiswa ada yang punya niat jahat seperti itu, kami tidak akan bela,” tuturnya.

Namun, lanjut Erlanda, perkara dilematisnya ialah berdasarkan laporan yang masuk, para mahasiswa penerima beasiswa ini secara persyaratan sudah sesuai semua. Akan tetapi, oleh tim verifikasi mengarahkan para mahasiswa ini yang seharusnya mengambil jalur beasiswa prestasi ke jalur beasiswa kurang mampu.

Makanya, kata dia, sekarang para mahasiswa harus mengembalikan uang karena dianggap bermasalah. Padahal, tegas Erlanda, kekeliruan tersebut bukan dilakukan oleh mahasiswa melainkan oleh tim verifikasi dan juga korlap beasiswa. “Oknum itu yang mengatur siasat, malah mahasiswa yang terkena dampak,” tuturnya.

Belum Ada Kepastian Hukum untuk Mahasiswa

Erlanda Juliansyah Putra menyatakan, untuk saat ini belum ada kepastian hukum jika mahasiswa tidak akan lagi ditarik-tarik dalam perkara kasus korupsi beasiswa tersebut. Karena finalisasi keputusan adanya di ranah penyidik.

Kata dia, bisa saja penyidik membuka kembali kasus ini bila ditemukan bukti baru yang cukup. Bukti-bukti yang memuat indikasi jika ada mahasiswa yang berbuat kecurangan pada dana beasiswa itu yang direncanakan oleh mahasiswa secara sistematis.

“Memang harapan kita kasus ini bisa di-close (dtutup) untuk mahasiswa agar nggak kena sama sekali. Tapi kita nggak berani jamin itu. karena proses penyelidikan untuk saat ini masih berjalan. Misal ada kesaksian terbaru mengenai indikasi kecurangan yang dilakukan mahasiswa, sudah pasti akan kita lihat dan kawal sejauh mana niat jahat itu, apakah benar atau tidak, kita lihat nanti,” kata Erlanda.

Menurutnya, bukan tidak mungkin indikasi kecurangan dari mahasiswa bisa mengembang ke tengah publik. Karena dari database yang diterimanya, dari sepuluh mahasiswa yang diwawancara, delapan diantaranya bisa dikatakan valid. Sedangkan dua lainnya masih abu-abu. 

Karena, kata dia, dua orang ini berbelit-belit saat menyampaikan keterangan. Cenderung seperti ada perencanaan sejak awal, atau deal-dealan dengan korlap. “Mahasiswa-mahasiswa begini, mohon maaf, mohon maaf kita nggak akan respons (bantu-red),” ungkapnya.

Terbuka untuk Penyidik

Erlanda mengabarkan, pasca berita acara memutuskan tidak ada penetapan mahasiswa sebagai tersangka, dari satu sisi status mereka dari kasus korupsi ini sudah bisa dikatakan aman. Akan tetapi, hingga saat ini proses penyelidikan masih berlangsung.

Pihaknya selaku advokat Aceh untuk mahasiswa mengaku tidak akan membatasi para penyidik untuk mengumpulkan beberapa informasi. Pihaknya mengaku sangat terbuka berbagi informasi apapun yang dibutuhkan penyidik.

Erlanda menyatakan pihaknya sudah berulang kali menghubungi penyidik untuk berbagi informasi dari yang mereka kumpulkan. Akan tetapi belum pernah direspons. 

Barangkali, Erlanda berasumsi jika penyidik tidak membutuhkan informasi dari mereka. Lantaran skema pengumpulan data dari mahasiswa dengan metode wawancara mungkin sudah pernah dilakukan penyidik dari tahun 2019-2022. “Mungkin keterangan mahasiswa yang kami dapatkan ini tidak dibutuhkan oleh para penyidik,” pungkasnya.(Akhyar)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda