Fase Pembatalan Telah Lewat, Qanun Bendera Tetap Berlaku
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Hingga saat ini, persoalan bendera Aceh belum menemui titik temu, meski Pemerintah pusat melalui Kementrian Dalam Negeri pada tanggal 26 Juli 2016 lalu telah membatalkan Qanun Aceh No 3 Tahun 2013 bendera dan lambang Aceh.
Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Partai Aceh Iskandar Usman Al-Faraky menegaskan hingga saat ini pihaknya belum menerima surat Mendagri yang dimaksud.
"Hanya beredar di grup WA, secara resmi belum. Tahun 2016, kenapa sekarang baru beredar. Kami belum menerima surat tersebut," terang Iskandar kepada Dialeksis.com melalui pesan singkat, Kamis, (1/8/2019)
Menurut Iskandar, meskipun surat itu benar adanya tidak serta merta membatalkan Qanun Aceh No 3 Tahun 2013 bendera dan lambang Aceh. Ia menyebutkan ada peraturan tersendiri tentang mekanisme pembatalan Perda
"Mekanisme pembatalan qanun sudah melewati fasenya. Artinya qanun tetap berlaku," jelasnya.
Ia menjelaskan Presiden Joko Widodo harus ikut andil menyelesaikan polemik terkait bendera Aceh. Iskandar berpendapat, qanun nomor 3 tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh sudah berlaku sah. Qanun itu, sambungnya, disahkan DPR Aceh pada 2013 dan telah dikonsultasikan kepada pihak kementerian dalam negeri (Kemendagri). Jadi, secara yuridis qanun tersebut mestinya sudah dinyatakan berlaku.
"Cuma tiga hal yang bisa membatalkan aturan daerah atau qanun. Pertama, dicabut sendiri oleh gubernur atau DPR Aceh, dibatalkan oleh Mendagri melalui Perpres sebagaimana disebutkan dalam UU No 11 Tahun 2006, atau pembatalan oleh MK melalui judicial review," jelas Iskandar.
Lebih lanjut, anggota komisi 1 DPR Aceh ini menegaskan, hingga saat ini tidak pernah ada rekomendasi Kemendagri resmi menolak ataupun mencabut pemberlakuan qanun tersebut.
"Dengan demikian, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang pembentukan produk hukum daerah, maka tidak ada lagi persoalan dengan qanun bendera," pungkasnya. (im)