Fenomena Celana Pendek di Banda Aceh, Pemerintah Diminta Tegas Tindak Pelanggar Syariat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Ketua Humas Ikatan Alumni Mahasiswa Dayah (IKA Dayah), Furqan Fikri. Foto: for Dialeksis
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Humas Ikatan Alumni Mahasiswa Dayah (IKA Dayah), Furqan Fikri, menyoroti fenomena maraknya laki-laki di Banda Aceh yang mengenakan celana pendek di tempat umum.
Menurutnya, fenomena ini bertentangan dengan Syariat Islam yang menjadi dasar hukum di Aceh, sekaligus mencoreng identitas daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
"Ini pelanggaran serius terhadap Syariat Islam yang sudah menjadi regulasi resmi di Aceh. Pemandangan ini merusak moral masyarakat dan mencoreng identitas kita sebagai daerah yang menegakkan hukum Islam," tegas Furqan kepada Dialeksis.com, Kamis, 9 Januari 2024.
Ia menilai, perilaku tersebut tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi merusak tatanan sosial. Furqan meminta pemerintah daerah, khususnya Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH), untuk segera mengambil tindakan tegas.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa menjaga identitas daerah yang berlandaskan Syariat membutuhkan kerjasama semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun generasi muda.
Hanya dengan demikian, kata Furqan, Aceh dapat terus mempertahankan identitasnya sebagai Serambi Mekkah yang menegakkan nilai-nilai Islam.
"Jika pihak yang berwenang tidak menegur dan mengambil langkah nyata, jangan salahkan masyarakat jika ada yang bertindak langsung. Kita harus mencegah hal ini dengan penegakan aturan yang bijaksana dan tegas," tambahnya.
Selain menyoroti perilaku masyarakat lokal, Furqan juga mengingatkan para pendatang untuk menghormati budaya Aceh. Ia menegaskan, mengenakan celana pendek di tempat umum tidak hanya melanggar norma lokal tetapi juga mencederai pelaksanaan Syariat Islam di daerah tersebut.
"Kami berharap pendatang memahami dan menghormati budaya serta aturan yang berlaku di Aceh. Pakaian yang tidak sesuai dengan norma Syariat mencemarkan nilai-nilai agama yang telah kita junjung tinggi," ujarnya.
Fenomena ini, lanjut Furqan, juga mencerminkan semakin kuatnya pengaruh budaya global yang bertentangan dengan nilai-nilai agama di kalangan generasi muda Aceh. Ia menilai, pola hidup modern yang sering kali tidak sesuai dengan Syariat menjadi tantangan besar bagi masyarakat Aceh.
"Generasi muda kita harus kembali pada jati diri sebagai umat Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Jangan sampai budaya luar yang tidak sesuai norma menjadi acuan mereka dalam berpakaian dan bertindak," ungkapnya.
Furqan menekankan pentingnya peran pemerintah dalam menegakkan aturan tanpa menimbulkan konflik. Penegakan Syariat, menurutnya, harus dibarengi dengan edukasi yang terus-menerus kepada masyarakat, terutama generasi muda, agar memahami nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh Aceh.
"Penegakan aturan harus dilakukan dengan cara yang bijaksana dan edukatif. Jangan hanya sekadar menindak, tetapi juga memberikan pemahaman agar masyarakat sadar dan tidak mengulangi kesalahan yang sama," tutupnya.