Flower Aceh Ajak Semua Elemen Sipil Kawal Proses Pembahasan Revisi Qanun Jinayah
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati mengapresiasi sekaligus menyambut baik langkah DPRA memasukkan agenda Revisi Qanun Jinayah dalam Prolega Prioritas pada tahun 2022.
Riswati juga mengapresiasi 11 anggota DPRA yang telah menginisiasi revisi Qanun Jinayah masuk Prolega Prioritas 2022 diantaranya Tgk Muhammad Yunus M Yusuf (PA), HT Ibrahim MM (Demokrat), Nora Idah Nita SE (Demokrat), Darwati A Gani (PNA).
Lalu, H Jauhari Amin MH (Gerindra), drh Nuraini Maida (Golkar), Kartini Ibrahim SE (Gerindra), dr Purnama Setia Budi SpOG (PKS), H Ridwan Yunus SH (Gerindra), Tgk H Attarmizi Hamid (PPP), dan Drs H Taufik MM (Gerindra).
"Ini merupakan langkah baik untuk memastikan pemenuhan hak korban kekerasan seksual khususnya untuk anak, kita melihat ada dua pasal yang urgent untuk disempurnakan sehingga perlindungan anak korban kekerasan seksual itu betul-betul bisa terpenuhi," jelasnya kepada Dialeksis.com, Sabtu (1/1/2022).
Yang menjadi masalah adalah jarimah pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap anak, karena menyakut dengan tubuh orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 dan 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Riswati menegaskan jangan hanya berhenti Prolega itu, tetapi semua elemen sipil dan semua pihak juga harus ikut mengawal dan memastikan dalam proses pembahasan yang disahkan nantinya benar-benar seperti yang diharapkan.
"Semua pihak harus punya tanggung jawab yang sama untuk memastikan revisi Qanun tersebut, agar hasilnya sesuai harapan kita bisa optimal melindungi dan memenuhi hak anak korban kekerasan seksual," terangnya.
"Yang kita tuntut 2 Pasal itu agar dikembalikan kewenangannya untuk kekerasan seksual terhadap anak yang diatur dalam UU Perlindungan Anak. Sehingga nanti Qanun Jinayah lebih sempurna mengatur pada hal yang lain," lanjutnya.
Ia berharap, pemerintah menjadikan peristiwa kasus yang terjadi di Nagan Raya itu menjadi peringatan keras untuk semua pihak, bahwa sistem perlindungan yang berlaku di Aceh dan mekanisme penanganan kasus menjadi koreksi dan perbaikan bersama mulai dari tingkat pemerintah hingga masyarakat.
"Jadi yang menangani kekerasan seksual anak itu bukan hanya pemerintah tapi juga elemen sipil dari desa sampai provinsi. Semua harus terlibat baik tokoh adat, tokoh agama," pungkasnya.
Terakhirnya, ia mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan jurnalis yang telah banyak berkontribusi dan memberi warna dalam membantu advokasi terhadap kasus kekerasan seksual.