GeRAK Aceh Minta KY dan MA Telisik Penangguhan Lima Terdakwa Korupsi Proyek Jalan Simeulue
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Koordinator GeRAk Aceh, Askhalani. [IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh menangguhkan lima terdakwa korupsi proyek Pemeliharaan Jalan-Jembatan Simeulue.
Penangguhan lima terdakwa ini bukan tanpa alasan, melainkan juga mendapat jaminan dari Bupati Simeulue, Erli Hasim.
Kemudian, hakim yang mengadili perkara itu pun mengabulkan permohonan para terdakwa untuk dialihkan tahanan menjadi tahanan rumah.
Menanggapi itu, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan, penangguhan penahanan terhadap para terdakwa korupsi jelas-jelas telah mencederai rasa keadilan hukum. Hal ini, sebut dia, menjadi lakon yang tidak seharusnya di praktikkan oleh Majelis Hakim pengadilan Tipikor.
“Karenanya sangat penting bagi Komisi Yudisial (KY) dan lembaga internal pengawas hakim dari Mahkamah Agung (MA) untuk dapat meneliti dan mengkaji atas tindakan yang dilakukan oleh para Majelis Hakim dalam memberikan penangguhan penahanan terhadap para terdakwa dengan jaminan Bupati Simeulue,” kata Askhalani kepada Dialeksis.com, Sabtu (20/2/2021).
Ia melanjutkan, jika melihat dari gigihnya upaya penangguhan yang dilakukan oleh Bupati Simeulue, sejak perkara ditangani oleh Polda Aceh, kemudian dilimpahkan ke kejaksaan tinggi (ditahan) dan terakhir permintaan dari Majelis Hakim dengan jaminan patut diduga yang bersangkutan memiliki kepentingan besar dalam perkara ini termasuk upaya melindungi para pihak dengan berbagai cara.
Selain evaluasi kinerja dari KY dan MA, lanjut Askhalani, patut didorong untuk melakukan kajian ke KPK karena merujuk pada praktik hukum yang sangat jarang sekali ada.
“Terdakwa korupsi di tangguhkan penahanan karena delik perkara ini adalah perkara khusus atau disebut extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), dan jika melihat dari proses dan tata cara penangguhan terhadap para pihak patut diduga adanya konflik kepentingan tertentu antara si pemberi jaminan dengan majelis hakim yang menyidangkan perkara,” kata Askhalani.
Dari objek tersebut, kata Koordinator GeRAK Aceh itu, maka sudah sepantasnya KPK RI, KY dan Mahkamah Agung untuk melakukan kajian khusus terhadap objek ini.
Ia menambahkan, perlu menjadi catatan bahwa izin penangguhan ini menunjukkan adanya tebang pilih dari majelis hakim dan mencederai rasa keadilan hukum, karena ada perkara tertentu sama sekali tidak diberikan hak walaupun kasus tipiring (tindak pidana ringan).
“Nah, apalagi kasus-khusus seperti ini, seharusnya tidak diberikan penangguhan dengan alasan apa pun karena kejahatan yang dilakukan adalah kejahatan khusus,” pungkas Askhalani.
Adapun kelima terdakwa yang ditangguhkan itu adalah Ali Hasmi selaku Kepala Dinas PUPR Simeulue yang juga Pengguna Anggaran. Beureueh Firdaus selaku Kabid Bina Marga Dinas PUPR Simeulue periode September 2017 hingga sekarang, yang juga PKK Kegiatan Pemeliharaan Jalan-Jembatan tersebut. Afit Linon selakau Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Iis Wahyudi selaku pejabat Pengadaan, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).
Kemudian, Petugas Admin Sirup pada Dinas PUPR Simeulue. Dan Dedi Alkana selaku Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan-Jembatan Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Simeulue.