DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional International Women’s Day (IWD) 2025, Gerakan Antikorupsi (GERAK) menggelar diskusi bertema “Mempercepat Aksi Bersama untuk Kesetaraan Gender”, Sabtu (8/3/2025).
Kegiatan ini turut menghadirkan berbagai tokoh inspiratif dari berbagai latar belakang, termasuk aktivis perempuan, pejabat pemerintah Kota Banda Aceh, serta perwakilan organisasi masyarakat.
Destika Gilang Lestari (GERAK Aceh) membuka acara dan menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Perempuan Internasional. Ia menekankan bahwa tantangan bagi perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan masih sangat besar.
"Hari ini, kami juga sangat bersyukur dapat hadir bersama Pak Fadhil, yang mewakili Pemerintah Kota Banda Aceh. Kami berharap semakin banyak ruang kolaborasi yang bisa kita bangun bersama untuk mencapainya di masa depan," ujarnya.
Fadhil S. Sos, MM, Asisten Wali Kota Banda Aceh, menegaskan bahwa kesetaraan gender bukan hanya isu perempuan, melainkan juga masalah keadilan bagi seluruh masyarakat. Ia menyoroti masih adanya kesenjangan yang signifikan dalam akses perempuan terhadap pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi politik, yang menjadi tantangan besar di Aceh.
“Keterlibatan semua elemen masyarakat sangat penting dalam mendorong perubahan. Dengan kolaborasi yang solid, kami berharap kesetaraan gender di Aceh dapat terwujud lebih cepat tanpa mengabaikan nilai-nilai budaya dan agama yang kami junjung,” tegasnya.
Ketua AJI Banda Aceh, Reza Munawir juga menyampaikan apresiasi terhadap diskusi ini. Ia mencatat bahwa kini banyak jurnalis perempuan berkualitas yang tampil di media, yang membuktikan bahwa perempuan bisa berperan besar jika diberi kesempatan yang setara dengan laki-laki.
Sementara itu, Presidium Balai Syura Amrina Habibi menyoroti tingginya angka kekerasan seksual di Aceh, yang menjadi perhatian serius bagi Balai Syura dalam upaya advokasi dan penanganan kasus. Ia menegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual harus dikenai hukuman yang memberikan efek jera, dan kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan untuk mencegah kekerasan tersebut. Ia juga menyoroti penurunan jumlah perempuan di bidang politik pasca Pemilu 2024, yang menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi perempuan di ruang publik.
"Isu perempuan bukan hanya masalah Balai Syura atau komunitas perempuan, tetapi adalah masalah kita semua. Baik laki-laki maupun perempuan, kita semua lahir dari rahim perempuan. Oleh karena itu, perjuangan untuk kesetaraan gender harus menjadi tanggung jawab bersama," ujar Amrina.
Dengan berbagai pembicaraan dan perspektif yang dibagikan dalam acara ini, diharapkan semakin banyak individu dan pihak yang terlibat dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender di Aceh, demi menciptakan masa depan yang lebih adil dan setara bagi semua.