DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ratusan mahasiswa dan masyarakat Aceh menggelar aksi bertemakan "Panggung Rakyat: Resah dan Cinta dari Aceh" di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada Sabtu (22/3/2025) malam.
Mengenakan pakaian serba hitam, mereka menyampaikan keresahan terhadap kondisi bangsa, terutama terkait pengesahan Undang-Undang TNI yang menuai banyak penolakan dari masyarakat.
Aksi berlangsung khidmat sejak pukul 22.00 hingga 00.30 WIB. Lilin-lilin dinyalakan sebagai simbol semangat dan kepedulian yang tetap menyala, sementara di depan panggung, mahasiswa membuat simbolik makam sebagai ekspresi "matinya demokrasi" akibat keputusan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Annas Maulana, menegaskan bahwa aksi ini adalah bukti kepedulian mahasiswa dan rakyat Aceh terhadap isu-isu kebangsaan.
"Kita tidak hanya diam dan meratap, namun kita bersuara dan bergerak," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Dialeksis, Minggu (23/3/2025).
Dalam aksi tersebut, peserta bergantian menyampaikan orasi, puisi, serta nyanyian yang menggema di depan kantor DPRA.
Sebagai penutup, mereka menyanyikan lagu "Ibu Pertiwi" dan "Padamu Negeri", disertai tabur bunga di atas makam simbolik, sebagai bentuk kekecewaan terhadap dewan yang dinilai tidak lagi mendengarkan suara rakyat.
Dalam hal ini, RUU TNI yang ditolak oleh sejumlah pihak yaitu meliputi Pasal 3 terkait kedudukan TNI dalam struktural pemerintah. Kemudian Pasal 7 terkait tambahan tugas operasi militer.
Kemudian Pasal 47 mengenai TNI bisa duduki jabatan publik di mana kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif.
Terakhir Pasal 53 terkait usia pensiun TNI. Sebelumnya usia pensiun prajurit bintara dan tamtama adalah 53 tahun, sedangkan perwira pensiun pada 58 tahun. Dalam revisi Pasal 53 ini usia pensiun dinaikkan hingga 62 tahun untuk perwira tinggi bintang.