kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Gubernur Nova Minta Bupati dan Walikota di Aceh Prioritaskan Penurunan Stunting

Gubernur Nova Minta Bupati dan Walikota di Aceh Prioritaskan Penurunan Stunting

Rabu, 16 Maret 2022 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Aceh, M. Jafar, menyampaikan sambutan Gubernur Aceh, saat membuka acara Sosialisasi RAN-PASTI yang diselenggarakan Perwakilan BKKBN Aceh di Hotel Grand Permata Hati, Banda Aceh, Rabu (16/3/2022). [Foto: Humas Aceh]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jajaran bupati dan walikota di Aceh diminta untuk memastikan percepatan penurunan stunting menjadi prioritas utama di daerah masing-masing.

Hal itu disampaikan Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Sekda Aceh M. Jafar, saat membuka acara Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting di Indonesia (RAN-PASTI) yang diselenggarakan oleh BKKBN, Rabu (16/3/2022).

M Jafar menyebutkan, berdasarkan hasil Studi Kasus Gizi Indonesia Tahun 2021, angka stunting Aceh disebut berjumlah 33,18 persen. Angka stunting tertinggi ada di Kabupaten Gayo Lues (42,9 persen), Kota Subulussalam (41,8 persen), dan Kabupaten Bener Meriah (40,0 persen).

“Jika melihat dari ambang batas toleransi yang direkomendasi oleh WHO tentang jumlah stunting, yaitu hanya 20 persen, maka tidak ada satupun Kabupaten/Kota di Aceh yang berada di bawah 20%. Termasuk Kota Banda Aceh yang terbaik, namun masih pada angka 23,4 persen, Kota Sabang (23,8 persen) dan Kabupaten Bireun (24,3 persen),” ujar M Jafar.

Masalah stunting, kata M Jafar, merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi di negeri ini. Stunting disebut kerap timbul, salah satunya karena dipicu oleh sikap masyarakat yang kurang memperhatikan pola hidup sehat.

Hal itu diakui sangat memprihatinkan. Jika tidak ditangani sejak dini, daya saing generasi muda Aceh disebut akan rendah, sebab stunting tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan anak, tapi dalam jangka pendek, juga mempengaruhi perkembangan otak, kecerdasan, dan fisik.

Sedangkan dalam jangka panjang, stunting disebut berisiko menurunkan kekebalan tubuh, memicu munculnya penyakit metabolik, risiko terpapar penyakit jantung dan pembuluh darah, serta menurunkan kemampuan kognitif otak anak.

"Angka stunting di Aceh memang menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Namun jumlah kasusnya tetap masih tergolong tinggi, sehingga upaya penanggulangannya harus lebih ditingkatkan lagi," kata M. Jafar.

Lebih lanjut, M Jafar menyebut, Presiden RI telah memberikan target yang harus dicapai pada Tahun 2024, agar Indonesia mencapai pada angka 14%.

“Hal ini menjadi tugas kita di Aceh agar bisa menurunkan stunting sebesar 19% dalam waktu 3 tahun,” katanya.

Terkait target itu, M Jafar menegaskan bahwa komitmen para Bupati Walikota sangatlah penting, karena dengan komitmen yang kuat dari kepala daerah dalam menurunkan stunting, akan mempengaruhi prioritas daerah dalam menggunakan semua sumber daya yang ada untuk difokuskan pada isu-isu komitmen yang telah dibangun.

"Pastikan setiap sumber daya yang dilakukan dan dikeluarkan itu benar-benar mempunyai output yang besar dalam menurunkan angka stunting di Aceh,” kata M Jafar.

Sementara itu, dalam rangka penanganan kasus stunting di Aceh, telah diterbitkan Peraturan Gubernur Nomor 14 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi. Penanganan itu bersifat komprehensif, serta diselaraskan pula dengan Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).

Dalam praktiknya, selain melibatkan peran aktif PKK di semua daerah, pemerintah Aceh juga bekerjasama dengan berbagai organisasi masyarakat dalam menjalankan sosialisasi program pengasuhan anak terintegrasi. [HA]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda