Kamis, 23 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / Hari Santri Nasional 2025 Jadi Ajang Refleksi Pemuda Aceh Perkuat Syariat Islam

Hari Santri Nasional 2025 Jadi Ajang Refleksi Pemuda Aceh Perkuat Syariat Islam

Rabu, 22 Oktober 2025 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Roslina, Kepala Bidang Penegakan Syariat Islam Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH) Kota Banda Aceh yang juga mantan Pimpinan Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Banda Aceh saat memimpin kegiatan peringatan Hari Santri Nasional di Banda Aceh, Rabu (22/10). Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com. 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Peringatan Hari Santri Nasional setiap 22 Oktober menjadi refleksi untuk memperkuat peran santri dan pemuda dalam menjaga marwah keislaman serta pelaksanaan syariat di Aceh. 

Hal ini disampaikan oleh Roslina, Kepala Bidang Penegakan Syariat Islam Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH) Kota Banda Aceh yang juga mantan Pimpinan Cabang Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Banda Aceh.

Menurut Roslina, momentum Hari Santri tahun ini harus menjadi ruang kontemplasi dan aksi nyata bagi generasi muda untuk meneguhkan komitmen dalam menjaga nilai-nilai Islam di tengah derasnya arus modernisasi dan tantangan global. 

Ia menegaskan bahwa keberadaan santri dan kader muda Islam, khususnya dari kalangan Nahdlatul Ulama, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan implementasi syariat tetap berjalan dalam bingkai yang humanis dan penuh kasih sayang.

“Kami, baik dari saya sebagai Kabid Penegakan Syariat Islam Satpol PP-WH Kota Banda Aceh, maupun saya sebagai kader Nahdlatul Ulama, menghimbau kepada semua pihak masyarakat, santri, siswa, serta para pemuda dan pemudi untuk berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Syariat Islam di Kota Banda Aceh,” ujar Roslina saat ditemui media dialeksis.com usai menghadiri kegiatan peringatan Hari Santri Nasional di Banda Aceh, Rabu (22/10).

Ia menjelaskan bahwa partisipasi publik, terutama dari generasi muda, sangat dibutuhkan dalam memperkuat sistem sosial yang berbasis nilai-nilai Islam. 

Roslina menilai, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah gampong, tokoh agama, serta organisasi kepemudaan menjadi langkah strategis untuk mencegah munculnya perbuatan-perbuatan yang melanggar Syariat Islam.

“Kami meminta seluruh masyarakat, mulai dari para keuchik, tuha peut, ketua pemuda, hingga relawan syariat di setiap gampong, agar turut mengawasi lingkungan mereka masing-masing. Bukan untuk menghakimi, tetapi untuk membina dan mencegah munculnya pelanggaran syariat. Karena pengawasan ini bukan semata tugas pemerintah, melainkan kewajiban kolektif kita bersama,” tegasnya.

Sebagai mantan pimpinan Fatayat NU Banda Aceh, Roslina juga menekankan pentingnya peran kader perempuan dalam menjaga nilai keislaman di ruang publik. 

Menurutnya, Fatayat NU selama ini menjadi garda depan dalam mengedukasi perempuan muda agar mampu mengamalkan ajaran Islam dengan bijak serta menebarkan nilai rahmatan lil ‘alamin.

“Fatayat NU memiliki peran strategis dalam membentuk generasi perempuan yang tidak hanya salehah secara pribadi, tapi juga aktif secara sosial. Di momentum Hari Santri ini, kita ingin perempuan muda Aceh menjadi pelopor gerakan moral, menebarkan kebaikan, dan meneguhkan komitmen terhadap Syariat Islam yang penuh keadilan dan kasih sayang,” jelasnya.

Roslina juga mengingatkan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan syariat bukan hanya menyangkut tindakan hukum atau penindakan, tetapi juga menyentuh aspek pembinaan dan edukasi. 

Ia menilai, Satpol PP dan WH terus berupaya memperkuat pendekatan persuasif dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga martabat dan nilai keislaman.

“Kita terus melakukan pembinaan dan koordinasi lintas sektor. Tidak hanya dengan aparat, tetapi juga dengan lembaga pendidikan, organisasi kepemudaan, dan dayah. Semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama untuk memastikan Syariat Islam dijalankan dengan benar dan bermartabat,” tambah Roslina.

Dalam konteks Hari Santri Nasional, Roslina berharap agar seluruh santri dan pemuda Aceh dapat memaknai momentum ini sebagai panggilan moral untuk melanjutkan perjuangan para ulama dan syuhada. 

Ia menilai, semangat santri bukan hanya dalam menghafal kitab dan mendalami ilmu agama, tetapi juga dalam menjaga tatanan sosial dan spiritual masyarakat Aceh.

“Hari Santri harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perjuangan para ulama dan santri dulu bukan hanya tentang kemerdekaan bangsa, tetapi juga tentang menjaga nilai iman dan moral. Tugas kita sekarang adalah memastikan nilai itu tetap hidup di bumi Aceh,” tutup Roslina.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI