Sabtu, 15 November 2025
Beranda / Berita / Aceh / IDI Aceh: Masukan Konstruktif untuk Optimalisasi Perpres Jaminan Kesehatan Nasional

IDI Aceh: Masukan Konstruktif untuk Optimalisasi Perpres Jaminan Kesehatan Nasional

Sabtu, 15 November 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh, Dr. dr. Safrizal Rahman, Sp.OT., M.Kes. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Aceh - Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh, Dr. dr. Safrizal Rahman, Sp.OT., M.Kes., menyampaikan pandangannya atas rencana penerbitan ‎Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan Nasional (Perpres JKN) yang tengah disiapkan oleh pemerintah. Pernyataan ini adalah respons atas paparan ‎Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan, bahwa regulasi ini akan mengatur lebih lanjut kelas rawat dan sistem rujukan.

“Kami menyambut niat baik pemerintah untuk memperkuat kerangka regulasi JKN. Namun, regulasi tanpa implementasi yang kuat di lapangan berisiko menjadi wacana semata,” ungkap Safrizal.

Berikut poin‐penting masukan dari IDI Aceh, mulai dari akses dan keadilan pelayanan kesehatan. Safrizal menekankan bahwa regulasi baru harus mampu menjawab ketimpangan akses layanan kesehatan, terutama di wilayah luar Pulau Jawa dan daerah terpencil seperti Aceh.

“Kebijakan kelas rawat inap standar dan sistem rujukan harus mempertimbangkan kondisi geografis dan kapasitas fasilitas di daerah,” ujarnya.

Hingga kini, jarak dan sarana transportasi tetap menjadi hambatan utama bagi pasien di wilayah pedalaman Aceh untuk mencapai rumah sakit tipe A.

Hal lain patut diperhatikan terkaitb sistem rujukan berbasis kompetensi “ langkah tepat, perlunya persiapan matang. Menteri Kesehatan menyatakan bahwa rujukan akan lebih difokuskan ke kompetensi rumah sakit, bukan hanya “tipe”. Namun, menurut Safrizal, hal itu mengandung tantangan, meliputi fasilitas di tingkat menengah harus dipersiapkan dengan SDM dan infrastruktur mumpuni untuk menerima beban tambahan.

“Termasuk urusan data kapasitas fasilitas harus transparan dan diperbarui secara rutin agar rujukan berjalan efektif dan tidak justru menjadi beban bagi pasien maupun fasilitas,” jelasnya lagi.

Selaku Ketua IDI Aceh mengingatkan bahwa efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan mutu layanan.

“Regulasi harus diformulasikan agar sistem keuangan ‎BPJS Kesehatan tetap sehat dan masyarakat tetap mendapatkan layanan yang layak,” kata Safrizal.

Di wilayah‐terpencil, biaya operasional layanan sering lebih tinggi. Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian tarif atau subsidi yang adil.

Sehubungan keterlibatan tenaga kesehatan dan masyarakat lokal, Safrizal memberikan masukan diperlukan perumusan regulasi tidak boleh bersifat top‐down semata.

“Tenaga kesehatan di garda terdepan, rumah sakit di daerah, serta masyarakat harus dilibatkan agar regulasi mencerminkan realitas di lapangan.” Selanjutnya, proses sosialisasi kepada tenaga kesehatan dan masyarakat harus dirancang agar perubahan regulasi dapat dipahami dengan baik.

Ia juga berharap dan berkomitmen dari IDI Aceh, sebagai organisasi profesi yang berada di wilayah, menyatakan kesiapan untuk mendukung proses regulasi melalui, partisipasi aktif dalam konsultasi regulasi; pelaksanaan sosialisasi dan edukasi ke tenaga kesehatan di Aceh; dan pengawasan pelaksanaan regulasi agar sesuai dengan maksud awal untuk meningkatkan akses dan mutu layanan.

“Kami berharap Perpres ini tidak hanya menjadi regulasi di atas kertas, namun benar‐benar mampu meningkatkan kualitas dan keadilan layanan kesehatan nasional, termasuk di Aceh,” tutup Safrizal.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI