Ini Kata Pengamat Terkait Lima Tempat Paling Koruptif di Intansi Pemerintah
Font: Ukuran: - +
Reporter : M. Hendra Vramenia
Pengamat kebijakan publik, Dr. Nasrul Zaman. (Foto: Ist.)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengamat kebijakan publik, Dr. Nasrul Zaman ikut angkat bicara terkait hasil survei LSI, yang menyebutkan ada lima tempat atau bagian di instansi pemerintah paling koruptif, yakni bagian pengadaan barang, perizinan usaha, bagian keuangan, bagian pelayanan, dan bagian personalia.
Menurutnya, hasil survei tersebut merupakan realitas dan dari tahun ke tahun terus menjadi perhatian dalam pemberantasan korupsi di instansi pemerintah.
"Korupsi di indonesia itu bukan lagi soal perilaku individu atau behaviour tapi sebagian besar sudah menjadi budaya aparat pelayanan di instansi pemerintah mulai dari level terendah sampai yang tertinggi," ujarnya.
Nasrul menjelaskan pola korupsinya juga beragam tergantung tugas dan kewenangan masing-masing, misalnya yang paling rendah adalah mark-up atau fiktif alat-alat kebutuhan rumah tangga kantor hingga pada level 5 besar tersebut di atas.
Nasrul Zaman yang juga Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) menyebutkan beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah misalnya digitalisasi berbagai bentuk pelayanan pada masyarakat seperti izin dan sebagainya, juga sistem lelang yang digital juga sepertinya belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
"Sangat diperlukan strategi pemerintah untuk bisa meniru pola manajemen seperti yang dilakukan oleh perbankan dan berbagai perusahaan maju lainnya dengan memastikan setiap karyawan tidak berada pada jabatannya lebih dari dua tahun bertugas pada berbagai level dan peran yang ada," jelasnya.
Pemerintah, kata Nasrul Zaman, harus berani merubah manajemen konvensional yang masih dipertahankan menuju manajemen yang computerize dan meminimalkan tatap muka penerima layanan dengan pemberi layanan dan menggunakan kode-kode tertentu.
"Setelah rotasi dan mutasi yang terjadwal tesebut, pemerintah perlu melakukan penyesuaian gaji dan pendapatan yang lebih layak serta penerapan reward and punisment yang konsisten dan akuntabel," ujarnya. [MHV]