kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Ini Langkah Strategis Disdik Aceh Selesaikan Persoalan Pendidikan

Ini Langkah Strategis Disdik Aceh Selesaikan Persoalan Pendidikan

Kamis, 27 Oktober 2022 21:26 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs Alhudri MM. [Foto: Dialeksis/Nora]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Realita yang ada saat ini adalah pengelolaan pendidikan di Aceh seperti tersekat-sekat. UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 12 membagi kewenangan pengelolaan pendidikan untuk provinsi dan kabupaten/kota. 

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs Alhudri MM dalam rapat koordinasi pengelolaan pendidikan Aceh, Kamis (27/10/2022) di Aula Disdik Aceh.

“Kita tidak tahu pasti latar belakang lahirnya peraturan tersebut, namun yang pasti, sejak tahun 2017, Disdik provinsi menerima pelimpahan kewenangan pengelolaan SMA, SMK dan SLB dari 23 Kabupaten/kota, sehingga yang dulunya kami hanya memiliki pegawai 400 orang namun sekarang kami memiliki pegawai sebanyak lebih kurang 27.000 orang guru PNS dan non PNS,” kata Alhudri dalam sambutannya.

Lanjutnya, dinas pendidikan provinsi sangat merasakan dampak perubahan ini. Sebagai penampung terakhir produk tingkat persekolahan sebelumnya, pihanya selalu menerima kesan yang tidak baik dari beberapa pihak.

Padahal, kata dia, Disdik adalah penerima tongkat estafet terakhir untuk mengantarkan anak-anak kita ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs Alhudri MM saat rapat koordinasi pengelolaan pendidikan Aceh, Kamis (27/10/2022) di Aula Disdik Aceh. [Foto: Dialeksis/Nora]Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Drs Alhudri MM saat rapat koordinasi pengelolaan pendidikan Aceh, Kamis (27/10/2022) di Aula Disdik Aceh. [Foto: Dialeksis/Nora]

Menurutnya, jenjang pendidikan dasar (SD) dan pendidikan pertama (SMP) merupakan fase krusial dalam penanaman nilai- nilai agama, budaya dan tata krama. Fase 0 sampai 15 tahun ini juga dikenal sebagai periode usia emas yang membutuhkan perhatian dan juga konseling yang berbudi pekerti.

“Jika input dari jenjang SD telah baik, maka di jenjang SMP akan lebih baik. Jika pada periode pendidikan sebelumnya, anak telah ditanamkan nilai keagamaan dan budaya maka di jenjang SMA, prilaku dan karakter anak juga akan terbentuk secara positif,” jelasnya lagi.

Intinya, kata dia, perlu dipahami bahwa memandang proses pendidikan ini tidak boleh secara parsial namun harus secara menyeluruh.

Sebagai contoh, dapat melihat pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh tepatnya pada indikator rata-rata lama bersekolah dan harapan lama bersekolah di Aceh yang sangat bervariasi dengan ketimpangan yang juga sangat tinggi.

Kota-kota besar di Aceh seperti Banda Aceh, Lhokseumawe dan Kota Langsa memiliki nilai rata- rata yang berada diatas nilai rata-rata provinsi. Dapat diartikan bahwa, daerah-daerah ini telah menyelesaikan tugas pada ranah akses ketersediaan pendidikan dan sudah bergerak ke kuadran peningkatan mutu pendidikan.

Namun, lanjutnya, bagaimana dengan daerah lain seperti Aceh Utara, Aceh Timur dan Gayo Lues yang masih harus berkutak-katik dengan penyediaan akses belajar yang seimbang untuk semua anak.

“Ketimpangan ini harus menyadarkan kita bahwa melihat masalah pendidikan di Aceh harus secara menyeluruh, dari jenjang PAUD hingga perguruan tinggi, dari desa hingga kota, dari masalah guru hingga siswa dan lingkungan sekolah,” terangnya.

Pihaknya telah merumuskan beberapa langkah strategis terkait persoalan pendidikan yaitu: Pertama, pembangunan pendidikan secara menyeluruh dan berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.

Kedua, penguatan pendidikan karakter sejak pendidikan PAUD hingga pendidikan menengah. (pendidikan akhlak).

Tiga, membangun kerjasama dengan semua stakeholder pendidikan baik pendidikan umum, agama dan pendidikan dayah.

Empat, pemenuhan kebutuhan anggaran pendidikan dengan mengoptimalkan dana yang ada dan dana yang bersumber dari APBN.

Terakhir, merumuskan peraturan terkait penganggaran pendidikan lintas kewenangan. Tentunya, diharapkan rumusan ini nantinya dapat menjadi Pergub.

“Semua persoalan diatas akan kita bahas bersama sehingga proses pembangunan sumber daya manusia di Aceh menjadi satu kesatuan masalah yang bisa menjadi tanggung jawab kita Bersama,” pungkasnya.(Nora)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda