Jokowi Mau Revisi UU ITE, Akademisi: Langkah Bijak dan Tepat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alfi Nora
Akademisi Informatika, Irvanizam Zamanhuri. [For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Akademisi Informatika, Irvanizam Zamanhuri, menanggapi terkait usulan dari Presiden Joko Widodo untuk merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), merupakan langkah yang bijak dan tepat.
Menurutnya, di dalam UU ITE terdapat sejumlah pasal yang multi tafsir sehingga sangat berpotensi untuk menjerat orang ke dalam perkara hukum. Salah satu pasal multi tafsir adalah pasal tentang penyebaran berita bohong (hoax) dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 miliyar rupiah.
"Pasal ini bisa menjerat pihak-pihak yang menyebarkan saja, padahal bisa jadi mereka adalah korban akibat terhasut dan tidak mengetahui ternyata konten yang disebarkan adalah berita bohong (hoax)," ujarnya kepada Dialeksis.com, Jumat (19/2/2021).
Akibatnya, kata dia, bisa jadi perorangan atau sekelompok orang sangat mudah memanfaatkan pasal ini untuk mempidanakan orang akibat kelalaian atau awamnya pengetahuan orang tersebut.
"Akan tetapi, ini bukan berarti pasal tersebut harus dihapus atau direvisi, kemudian penyebaran berita bohong (hoax) bisa terbebas dari jeratan hukum. Namun, masih terdapat pasal lain tentang pencemaran nama baik di KUHP yang dapat digunakan," kata Irvanizam.
Ia mengatakan, selain menerapkan UU ITE, langkah pencegahan juga harus lebih ektra dilakukan. Misalnya, sosialisasi anti berita bohong (hoax) di kalangan masyarakat harus terus ditingkatkan.
Hal itu perlu dilakukan guna mengedukasi masyarakat dalam memfilter berita sehingga masyarakat tidak mengkonsumsi dan/atau mengirimkan berita bohong melalui media sosial secara tidak bertanggungjawab.
Sebagai akademisi ia berharap hasil revisi UU ITE akan menghasilkan sebuah produk hukum yang lebih baik dan berkeadilan serta dapat mengembalikan fungsi awal UU ITE yaitu larangan berbuat kesalahan dengan menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi (TI).
Misal, terkait dengan perjudian online, terorisme, pornografi, penipuan kartu kredit, pengancaman, dan pengaksesan ke dalam sistem secara illegal.
"Mudah-mudahan ini dapat menjaga lingkungan digital menjadi bersih, bijak, sehat, dan berakhlak serta dapat dimanfaatkan secara efektif," pungkasnya.