kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kamhar: Berhentinya Ekspor TBS Kelapa Sawit Adalah Kebijakan Tergesa-Gesa

Kamhar: Berhentinya Ekspor TBS Kelapa Sawit Adalah Kebijakan Tergesa-Gesa

Senin, 13 Juni 2022 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana

[Foto: Dialeksis/Nor]


DIALEKSIS. COM | Banda Aceh - Sekjen Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (BPP PISPI), Kamhar Lakumani sampaikan bahwa berhentinya ekspor Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit adalah kebijakan tergesa-gesa.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam diskusi " Anjloknya Harga TBS Kelapa Sawit" Minggu (12/6/2022).

Ia mengatakan, dampak yang diambil oleh pemerintah terhadap dihentikannya ekspor TBS kelapa sawit adalah kebijakan terburu-buru. 21 April yang lalu PISPI mengkritik kebijakan tersebut karena menurutnya kebijakan tersebut tanpa pendalaman yang mendalam. 

Tambahnya lagi, yang paling dirugikan adalah petani. Di bagian pelaku usaha mungkin mereka lebih mempunyai daya tahan yang memadai daripada petani. Ternyata benar yang kami kritik, begitu diberhentikannya ekspor petani akhirnya menjerit.

"Kebijakan berhentinya ekspor ini adalah kebijakan tergesa-gesa tanpa memikirkan dampaknya lebih dalam," ucapnya.

Katanya, kebijakan tersebut menjadi persoalan khususnya petani apalagi di daerah penghasil, yang kita harapkan ini bisa diminimalisir dengan cara lain oleh pemerintahan kabupaten/kota.

Wilayah penghasil sawit tidak begitu banyak Indonesia. Akibat kebijakan tersebut petani atau pelaku usaha menjadi permasalahan. 

"Jika kita bisa perjuangkan maka harga TBS sawit akan naik posisi dan masyarakat akan terbantu," ujarnya.

Persoalan ini harus diselesaikan dari semua stake holder baik dari Kementrian Perdagangan maupun Perindustrian, serta lainnya.

Isu ini bukan hanya masalah ekonomi saja tapi juga masalah politik yang meleber ke mana-mana. Dana sawit 'Digunakan untuk perpanjangan masa presiden selama 3 tahun lagi'.

Setidaknya, pemerintah daerah khususnya penghasil dapat meningkatkan hasil tawarnya sehingga harganya akan duduk di posisi yang layak. Kalau pelaku usaha sawit kan sudah ada asosiasinya.

"Solusinya juga harus dipikirkan, mungkin pemerintah daerah meningkatkan hasil tawarnya supaya harganya bisa menduduki harga yang lebih layak," tutupnya. [Nor]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda