kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kasus Oral Seks di Lhokseumawe, DPRA: Pelaku Harus Dikenakan Aturan Berlapis

Kasus Oral Seks di Lhokseumawe, DPRA: Pelaku Harus Dikenakan Aturan Berlapis

Sabtu, 13 Juli 2019 19:01 WIB

Font: Ukuran: - +

Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta, dalam konferensi pers di Lhokseumawe, memperlihatkan barang bukti dan tersangka dalam kasus pencabulan 15 santri yang dilakukan pimpinan pesantren dan seorang guru di Mapolres Lhokseumawe, Kamis (11/7/2019) - KOMPAS.com/MASRIADI


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Ketua Komisi VII DPRA Musannif menekankan kepada aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku kekerasan seksual terhadap belasan anak yang dilakukan oknum pimpinan pesantren di Lhokseumawe dengan aturan berlapis.

"Kalau bisa jangan hanya menggunakan qanun jinayat saja, harus didoble dengan UU Perlindungan Anak," sebut Musannif saat dikonfirmasi Dialeksis.com melalui sambungan selular, Sabtu, (13/7/2019).  

Ia menyebutkan, jika hanya menggunakan qanun jinayat hukuman yang akan diterima pelaku terlalu ringan dan tidak mencerminkan rasa keadilan.

"Terlalu ringanlah hanya dicambuk 90 kali. Dibanding dengan penderitaan korban yang mengalami trauma panjang, tidak mudah itu untuk menyelesaikan persoalan itu. Jadi harus dijerat berlapis itu," tegasnya.

Ia menjelaskan, pemberlakuan aturan berlapis pada pelaku kejahatan seperti itu sangat mungkin untuk dilakukan. Musannif menyebutkan, kasus ini digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.

"Untuk kejahatan sangat serius seperti ini sangat mungkin untuk dilakukan (dikenakan aturan berlapis). Tentu ada pertimbangan dari jaksa. Untuk itu kami dari dewan menghimbau agar pelaku dituntut aturan berlapis," pungkas Musannif.






Keyword:


Editor :
Im Dalisah

riset-JSI
Komentar Anda