DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pertama kalinya di Aceh, Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar berhasil memenangkan gugatan pembebasan kekuasaan orang tua terhadap seorang ayah terpidana dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Keberhasilan ini menjadi tonggak penting dalam upaya perlindungan hukum terhadap anak-anak korban kekerasan seksual di Indonesia.
Gugatan tersebut diajukan sebagai bentuk implementasi kewenangan Kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021. Langkah hukum ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi anak yang menjadi korban pemerkosaan atau pelecehan seksual oleh orang tuanya sendiri.
Gugatan ini diajukan berdasarkan instruksi Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Besar, Jemmy Novian Tirayudi, dengan tujuan untuk memastikan bahwa korban, berinisial VCA, dapat mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal.
Gugatan yang didaftarkan pada 13 Februari 2025 (Nomor Perkara 122/Pdt.G/2025/MS.Jth) melibatkan tim Jaksa Pengacara Negara Kejari Aceh Besar yang terdiri dari Dikha Savana, Haris Akbar, Zoel Fadhlan, dan Muhammad Ikhsan.
Dalam gugatan ini, JPN meminta agar ayah kandung korban, yang merupakan terpidana, kehilangan hak atas kekuasaan orang tua dan agar hak asuh anak sepenuhnya diberikan kepada ibu kandung korban, Sdri. M.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (6/3/2025), Majelis Hakim Mahkamah Syari’yah Jantho mengabulkan permohonan Jaksa Pengacara Negara. Dengan putusan ini, tergugat kehilangan haknya sebagai orang tua terhadap anak korban, dan seluruh kekuasaan orang tua sepenuhnya diberikan kepada ibu kandung korban.
Putusan ini menjadi prestasi penting dalam sejarah hukum di Aceh, sekaligus memberikan preseden yang diharapkan dapat diikuti oleh daerah lain dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Kejaksaan Aceh Besar Komitmen Lindungi Hak Anak Korban Kekerasan Seksual
Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar, Filman Ramadan menegaskan bahwa kemenangan dalam gugatan ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan untuk melindungi hak-hak anak dan memberikan kepastian hukum bagi korban kejahatan seksual.
"Kami akan terus mengawal kasus-kasus seperti ini agar anak-anak yang menjadi korban mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal. Putusan ini menjadi tonggak sejarah di Aceh dan semoga menjadi referensi bagi daerah lain dalam menangani kasus serupa," ujar Filman Ramadan.
Dengan putusan ini, Kejari Aceh Besar berharap tidak ada lagi anak yang menjadi korban kekerasan seksual tetap berada di bawah kekuasaan pelaku. Kejaksaan akan terus mengawasi implementasi putusan ini dan memastikan hak-hak anak terlindungi dengan baik. Keberhasilan ini diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dalam perlindungan anak di seluruh Indonesia. [*]