kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Ketua DPW FSPMI Aceh: Praktek Penahanan Ijazah Tenaga Kerja Harus Dihentikan

Ketua DPW FSPMI Aceh: Praktek Penahanan Ijazah Tenaga Kerja Harus Dihentikan

Rabu, 14 Agustus 2024 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Habibi Inseun. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Aceh, Habibi Inseun, mengeluarkan pernyataan tegas terkait praktek penahanan ijazah asli dan dokumen penting lainnya oleh perusahaan dalam proses rekrutmen tenaga kerja. 

Habibi menekankan bahwa praktek tersebut tidak hanya merugikan para pekerja, tetapi juga tidak dibenarkan oleh aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Dalam proses rekrutmen tenaga kerja, biasanya perusahaan mensyaratkan dokumen administratif seperti identitas diri dan legalitas pendidikan. 

Menurut Habibi, dokumen ini digunakan untuk memastikan jurusan dan kelulusan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum yang membenarkan perusahaan untuk menahan dokumen asli seperti ijazah. 

"Dokumen yang seharusnya diserahkan adalah salinan atau fotokopi, dan jika diperlukan, bisa disertai dengan legalisir serta menunjukkan dokumen aslinya," ujar Habibi kepada Dialeksis.com, Rabu (14/8/2024).

Praktek penahanan ijazah dan dokumen asli lainnya, menurut Habibi, sangat merugikan tenaga kerja. 

"Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti hilang atau terbakar, perusahaan yang menahan dokumen tersebut belum tentu dapat mempertanggungjawabkannya," katanya. 

Oleh karena itu, ia menekankan bahwa praktek ini tidak boleh lagi dilakukan. Surat perjanjian kerja atau kontrak yang telah disepakati sudah cukup untuk mengikat hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja.

Habibi juga mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, di mana segala perbuatan yang merugikan salah satu pihak dan bertentangan dengan hukum dapat dilaporkan dan diproses sesuai aturan yang berlaku. 

Ia meminta pemerintah untuk mengingatkan perusahaan-perusahaan agar tidak lagi melakukan praktek penahanan ijazah, yang dinilai tidak adil dan merugikan para pekerja.

Habibi menyebut bahwa di beberapa tempat, saat ini justru yang diminta oleh perusahaan adalah sertifikasi keahlian dan keterampilan. Setelah melalui ujian dan masa percobaan, pekerja kemudian dipekerjakan dengan sebuah perjanjian kerja. 

"Kami jarang menemukan kasus penahanan ijazah, mungkin karena minimnya pelaporan. Namun, kami tetap meminta pemerintah untuk mengingatkan perusahaan agar praktek ini tidak terulang," ujarnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun peraturan teknis lainnya, belum ada aturan yang secara spesifik mengatur tentang penahanan ijazah. 

Namun, masyarakat sering mengeluhkan bahwa persyaratan tersebut telah membatasi hak mereka untuk mendapatkan peluang kerja.

Saat ini, praktek penahanan ijazah karyawan seolah menjadi hal yang umum dalam dunia bisnis. Namun, dengan belum adanya peraturan yang memayungi praktek ini, perusahaan dapat dengan bebas melakukannya saat merekrut tenaga kerja. 

Habibi dan FSPMI Aceh menegaskan bahwa praktek ini harus segera dihentikan demi melindungi hak-hak tenaga kerja dan memastikan keadilan di dunia kerja.

"kami meminta juga pemerintah ingatkan kepada perusahaan, pemberi kerja agar mereka memahami dan tidak mengulang praktek seperti ini yang tentu merugikan dan tidak menjalankan nilai nilai keadilan," pungkasnya. 

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, juga menyatakan bahwa perlu ada regulasi khusus yang mengatur tentang praktek penahanan ijazah tenaga kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) oleh perusahaan. 

Dhahana menegaskan bahwa hal ini perlu mendapat perhatian serius karena berpotensi membatasi hak tenaga kerja untuk mengembangkan diri dan mendapatkan penghidupan yang lebih baik.

"Kami meyakini bahwa perlu adanya kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai dampak kebijakan perusahaan dalam melakukan penahanan ijazah, baik bagi karyawan maupun perusahaan. Hal ini harus menjadi pertimbangan dalam perumusan regulasi yang mengatur praktek tersebut," ucap Dhahana. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda