Senin, 20 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / Ketua PPDI Aceh Harap Pemerintah Tertibkan Usaha Refleksi dan Tegakkan Qanun Disabilitas

Ketua PPDI Aceh Harap Pemerintah Tertibkan Usaha Refleksi dan Tegakkan Qanun Disabilitas

Minggu, 19 Oktober 2025 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPD PPDI) Aceh, Hamdanil. Foto: Zulkarnain/Dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPD PPDI) Aceh, Hamdanil berharap agar Pemerintah Aceh segera menertibkan menjamurnya usaha-usaha refleksi di berbagai sudut kota. 

Menurutnya, keberadaan bisnis tersebut telah meminggirkan ruang ekonomi bagi para penyandang disabilitas netra yang sejak lama bergantung pada usaha pijat tradisional sebagai sumber penghidupan.

“Saya berharap Pemerintah Aceh dapat menertibkan usaha-usaha refleksi yang kini menjamur di berbagai sudut kota. Dulu, lahan ini merupakan tempat bagi penyandang disabilitas netra mencari rezeki melalui panti pijat, namun kini justru tergeser oleh usaha-usaha refleksi milik para cukong,” ujar Hamdanil kepada media dialeksis.com, Minggu (19/10/2025).

Ia menjelaskan bahwa kondisi ini menjadi ironi di tengah semangat pembangunan inklusif yang digaungkan pemerintah. 

Banyak penyandang disabilitas netra kehilangan mata pencaharian karena kalah bersaing dengan usaha refleksi komersial yang dikelola pihak-pihak bermodal besar. Menurutnya, pemerintah tidak boleh tutup mata terhadap ketimpangan ini. 

"Para penyandang disabilitas netra sudah memiliki keterampilan pijat yang diakui dan telah menjadi bagian dari identitas ekonomi mereka. Maka sangat penting bagi pemerintah untuk melindungi ruang ekonomi ini, bukan justru membiarkan mereka tergeser,” tegas Hamdanil.

Dalam kesempatan yang sama, Hamdanil juga menyoroti belum optimalnya sosialisasi Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. 

Ia menilai, regulasi tersebut merupakan tonggak penting yang seharusnya dijalankan secara konsisten agar sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

“Qanun ini tidak boleh hanya menjadi dokumen di atas kertas. Pemerintah Aceh harus segera mensosialisasikannya hingga ke kabupaten/kota, agar pelaksanaannya benar-benar memberikan manfaat nyata bagi para penyandang disabilitas,” kata Hamdanil.

Ia menegaskan, tanpa sosialisasi dan implementasi yang jelas, berbagai hak dasar penyandang disabilitas seperti akses pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan publik yang inklusif akan terus terabaikan.

Hamdanil juga mengingatkan pentingnya Hari Disabilitas Internasional (HDI) yang akan diperingati pada 3 Desember mendatang. 

Menurutnya, momentum ini perlu diisi dengan kegiatan yang bermakna dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan penyandang disabilitas di Aceh.

“Hari Disabilitas Internasional adalah momen berharga bagi seluruh penyandang disabilitas. Kami berharap kegiatan peringatan tersebut dapat terlaksana dengan baik, sebagai bentuk penghargaan dan perhatian pemerintah terhadap komunitas disabilitas di Aceh,” ujarnya.

Ia menambahkan, kegiatan tersebut sebaiknya tidak berhenti pada seremoni, tetapi menjadi ajang refleksi bagi seluruh pemangku kebijakan untuk meninjau kembali sejauh mana komitmen mereka terhadap inklusi sosial di Aceh.

Lebih lanjut, Hamdanil mengkritisi pendekatan pemerintah yang masih memposisikan penyandang disabilitas sebatas penerima bantuan sosial. 

Menurutnya, paradigma ini harus diubah agar mereka juga dipandang sebagai kelompok yang memiliki potensi untuk berkontribusi dalam pembangunan.

“Selama ini Dinas Sosial ada, tetapi seakan tiada bagi penyandang disabilitas. Kami butuh perubahan nyata, terutama dalam melahirkan program-program yang berpihak kepada kami,” ungkapnya.

Ia menekankan bahwa penyandang disabilitas memiliki kapasitas untuk terlibat aktif dalam berbagai program pemberdayaan, pelatihan, maupun kegiatan ekonomi produktif.

“Penyandang disabilitas tidak boleh terus menjadi objek, tetapi harus menjadi subjek pembangunan di Aceh,” tandasnya.

Hamdanil menyatakan bahwa pihaknya akan terus memperkuat peran sosial PPDI Aceh dalam mendorong lahirnya kebijakan yang inklusif, adil, dan berpihak kepada kelompok rentan. 

Salah satu fokus utama, kata dia, adalah memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pemberdayaan ekonomi bagi penyandang disabilitas.

“Kami akan terus berjuang agar setiap kebijakan di Aceh mempertimbangkan keberadaan penyandang disabilitas. Pemerintah harus hadir memastikan akses yang setara, dari dunia kerja hingga ruang publik,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI