kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Khazanah Cagar Budaya di Aceh Melimpah Ruah, Arkeolog Minta Sinergisitas Semua Pihak

Khazanah Cagar Budaya di Aceh Melimpah Ruah, Arkeolog Minta Sinergisitas Semua Pihak

Minggu, 28 November 2021 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Anggota Perhimpunan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) komisariat Aceh-Sumut, Ambo Asse Ajis. [Foto: IST] 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota Perhimpunan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) komisariat Aceh-Sumut, Ambo Asse Ajis mengatakan, Aceh memiliki khazanah cagar budaya yang melimpah ruah dari era budaya prasejarah, klasik, Islam, kolonial hingga era  Kemerdekaan. 

Kondisi masing-masing cagar budaya tersebut, kata dia, ada yang cukup terawat dan ada yang kurang terawat. Tetapi potensi objek diduga cagar budaya masih sangat banyak di Aceh. 

"Hanya perlu dukungan kebijakan berupa pendukungan kegiatan pendataan objek diduga cagar budaya. Tujuannya agar potensi yang ada bisa diinventarisasi  sekaligus ditentukan strategi seperti apa metode pelestariannya," kata Ambo Ajis kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (28/11/2021).

Sementara itu, Ambo Ajis mengatakan, upaya pelestarian dan pemeliharaan yang dilakukan Pemerintah Aceh sudah cukup lumayan nyata.

Pemerintah Aceh, kata dia, telah memiliki tim pendaftaran cagar budaya dan tim ahli cagar budaya dengan mitra strategis seperti Dinas Kebudayaan yang ada di kabupaten/kota, memiliki hubungan baik dengan Bali pelestarian cagar budaya Aceh, juga mitra dengan Bali arkeologi Sumatra Utara. 

"Kebijakan dan tindakan pelestarian selalu dikoordinasikan oleh Pemerintah Aceh kepada mitra-mitranya tersebut melalui komunikasi langsung dan surat menyurat," jelas Asse Ajis.

Adapun tindakan pemeliharaan, jelasnya, masih terbatas karena situs yang dipelihara masih sedikit, sementara objek potensi cagar budaya di Aceh sangat banyak. Pihak Pemerintah Aceh juga diminta melakukan upaya kajian yang bergerak cepat. 

"Ancaman hilangnya objek diduga cagar budaya sangat tinggi, seperti hilang akibat pembangunan, hilang akibat tergerus air pasang, rusak karena perilaku manusia dan sebagainya," ungkapnya.

Menurutnya, hal terpenting yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Aceh adalah harus ada database potensi cagar budaya. 

Pemerintah Aceh perlu rajin melakukan survei atau pendataan, rajin membuat naskah registrasi, rajin membuat naskah pendaftaran, melakukan komunikasi aktif dengan dinas daerah, rajin melibatkan komunitas, masyarakat dan mitra strategis dalam pelestarian lainnnya

Kemudian, memberdayakan tim ahli cagar budaya, memfasilitasi kegiatan komunitas dalam pelestarian dan yang paling utama pihak Pemerintah Aceh harus melibatkan semua pihak.

"Jangan menganggap hanya mereka yang berhak atas cagar budaya. Yang paling berhak adalah masyarakat dan karena itu cara terpenting dalam pemeliharaan dan pelestarian adalah pelibatan secara aktif. Dimana masyarakat dan seluruh stakeholder aktif di dalamnya," tuturnya.

Sejauh ini, Anggota Perhimpunan IAAI komisariat Aceh-Sumut itu menilai kepedulian masyarakat Aceh terhadap cagar budaya semakin meningkat dari hari ke hari. 

Masyarakat, kata dia, makin menyadari nilai penting cagar budaya sebagai basis pengetahuan sejarah, ilmu pengetahuan, bernilai tinggi bagi pendidikan dan kebudayaan serta tidak jarang objek cagar budaya di Aceh bernilai keagamaan.

Namun, Ambo Asse Ajis berharap agar kepedulian masyarakat bisa beriringan dengan kepedulian Pemerintah Aceh, dalam artian bisa saling bahu-membahu keduanya dalam melahirkan gerakan pelestarian cagar budaya yang berbobot tinggi dan peletakan sendi-sendi peradaban Aceh terlestari dan termanfaatkan secara baik.

Ia berpesan agar para pemegang kunci pelestarian cagar budaya bisa saling kolaborasi, membuka diri, saling mengingatkan satu sama lain tentang tujuan utama pelestarian, yakni menjaga kekayaan budaya bangsa yang penting  bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan dalam kehidupan masyarakat.

"Dalam hal ini, pihak dinas yang bertanggungjawab soal budaya, kebudayaan dan cagar budaya, harus memiliki jiwa kolaborasi. Jangan main sendiri. Kalau memaksakan gaya sendiri bisa rusak potensi kekayaan budaya. Yang rugi bangsa ini, masyarakat kena imbas juga. Intinya semua pihak harus membuka diri bekerja sama," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda