DIALEKSIS.COM | Aceh - Pernyataan Prof. Hamid Awaluddin di Indonesia Lawyers Club (20/6/2025) ibarat melemparkan batu ke kolam tenang. Ketua Tim Perunding Pemerintah Indonesia dalam Perdamaian Aceh itu mempertanyakan kehadiran Munawar Liza Zainal sebagai anggota tim perunding GAM di Helsinki (2005). “Soalnya saya tidak pernah melihat Bapak selama perundingan,” katanya.
Komentar itu langsung memantik gelombang reaksi. Esok harinya, Munawar membantah melalui klarifikasi di Dialeksis (22/6). “Menggugat Catatan Helsinki” judul laporan itu. Tak kalah panas, publik Aceh bergemuruh. Media lokal memberitakan kemarahan warga dalam artikel “Kontroversi Keanggotaan Tim GAM di Helsinki Panas Kembali”.
Ironisnya, buku “Damai di Aceh: Catatan Perdamaian RI - GAM di Helsinki” (CSIS, 2008) ditulis Hamid sendiri tak menyebut Munawar satu baris pun. Padahal, buku itu dianggap sebagai dokumen otoritatif yang merekam jalannya perundingan.
Dari info penerbit menyampaikan,"kelebihan buku Hamid terletak pada gaya penyajiannya yang mirip notulensi dialog sehingga menangkap proses formal - informal sehari-hari secara terstruktur, poin per poin. Hal ini menjadikannya acuan berharga bagi mediator dan juru runding."
Dialeksis meminta konfirmasi ke Hamid. Saat ditanya susunan tim inti, ia menyebut lima nama dari masing - masing pihak; GAM terdiri Malik Mahmud, Zaini Abdullah, Bachtiar Abdullah, Nurdin Abdurrahman, Nur Djuli. Sedangkan dari Pemerintah Indonesia terdiri Hamid Awaluddin, Sofyan Djalil, Farid Husain, Usman Basyah, dan Puja Wisesa.
“Lalu di mana posisi Munawar?” tanya Dialeksis. Hamid tak menjawab langsung.
Jedah setelah itu ia menjawabnya ,"Saya tidak tahu kalau ada struktur yang bernama anggota perunding GAM. Saya tegas bahwa diketahui oleh pemerintah Indonesia hanya lima nama tersebut," ujarnya.
Otto Syamsuddin Ishak, yang terlibat dalam proses perdamaian Aceh, angkat bicara
“Klaim tanpa bukti adalah racun bagi sejarah. Hanya karya seperti ‘Road to Helsinki’ (Nur Djuli) yang bisa jadi rujukan. Jika semua mengaku anggota tim, mana bukti tertulisnya?”
Ia menegaskan batasan krusial, juru runding hanya yang duduk di meja perundingan dengan pengakuan resmi kedua pihak. Selanjutnya tim pendukung bertugas di belakang layar.
“Sebutan ‘tim pendukung’ bukan pengakuan status juru runding,” tegas Otto mantan Ketua Komnas HAM RI.
Ia lanjut menjelaskan,”sistem pendukung tidak dapat disebut sebagai juru runding. Lebih tepat disebut sebagai anggota delegasi perundingan (dari pihak GAM). Adapun yang dimaksud dengan juru runding GAM adalah lima orang yang telah disebutkan oleh Hamid Awaluddin dalam isi bukunya,” ungkapnya.
Dialeksis menelusuri definisi akademik, juru runding adalah Individu dengan mandat negosiasi langsung. Sedangkan tim perunding yakni kelompok dengan tanggung jawab kolektif dalam situasi kompleks.
Tidak salah ada kata bijak mengatakan,"Ketika ingatan manusia saling bersilangan, hanya dokumen otentik dan kesaksian yang terverifikasi yang mampu menyelamatkan sejarah dari kubangan klaim kontroversial”.