Rabu, 17 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Klarifikasi Kewenangan Tambang, ESDM Aceh: Bukan Ranah Bupati

Klarifikasi Kewenangan Tambang, ESDM Aceh: Bukan Ranah Bupati

Minggu, 03 Agustus 2025 23:15 WIB

Font: Ukuran: - +

Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Aceh, Khairil Basyar. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh menegaskan bahwa keputusan Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, untuk menghentikan sementara aktivitas pertambangan dan pengangkutan bijih besi milik Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis dan PT Pinang Sejati Utama (PSU) di kawasan Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah, tidak memiliki dasar hukum.

Penegasan itu disampaikan oleh Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Khairil Basyar, dalam keterangan resminya, Minggu (3/8/2025), di Banda Aceh. Ia menilai keputusan Bupati yang tertuang dalam surat Nomor 540/790 tertanggal 21 Juli 2025 telah melampaui kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Kewenangan memberikan, menghentikan, maupun mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) berada di tangan Pemerintah Provinsi, dalam hal ini Gubernur Aceh. Bupati tidak memiliki otoritas dalam hal ini,” tegas Khairil.

Diatur dalam UUPA, UU Minerba, dan Qanun Aceh

Khairil menjelaskan, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), pengelolaan sektor mineral dan batubara (minerba) menjadi kewenangan Pemerintah Aceh. Ketentuan ini diperkuat dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009, serta UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Khusus di Aceh, semua proses terkait penangguhan, penghentian, hingga pencabutan IUP diatur secara rinci dalam Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2017 tentang perubahan atas Qanun Nomor 15 Tahun 2013,” jelasnya.

Menurut Khairil, pemerintah kabupaten hanya memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi kepada Gubernur, bukan mengambil tindakan penghentian langsung terhadap perusahaan tambang yang telah mengantongi izin resmi.

Khairil juga menekankan bahwa pencabutan atau penghentian aktivitas tambang harus mengikuti mekanisme sanksi administratif, bukan dilakukan sepihak.

“Prosedurnya mulai dari Surat Peringatan (SP) pertama, kedua, hingga ketiga. Jika pelanggaran tetap terjadi, barulah Gubernur Aceh bisa mencabut IUP secara sah,” ujar Khairil.

Dampak Terhadap Iklim Investasi

Ia mengingatkan bahwa keputusan kepala daerah yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum berpotensi merusak iklim investasi di daerah. Ketidakpastian hukum seperti ini, kata dia, akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.

“Kalau ini dibiarkan, bisa jadi preseden buruk bagi masa depan ekonomi daerah. Investor membutuhkan kepastian dan perlindungan hukum,” pungkasnya. [dbs]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
bpka - maulid